Restorative Justice Perkara Korupsi Minor Dinilai Bertentangan dengan UU Pemberantasan Tipikor
Terbaru

Restorative Justice Perkara Korupsi Minor Dinilai Bertentangan dengan UU Pemberantasan Tipikor

Karena pengembalian kerugian keuangan negara tidak serta merta menghapus dipidananya pelaku tindak pidana korupsi.

Rofiq Hidayat
Bacaan 3 Menit
Sejumlah narasumber dalam diskusi membahas penerapan restorative justice untuk perkara korupsi di bawah Rp50 juta, Selasa (8/3/2022). Foto: RFQ
Sejumlah narasumber dalam diskusi membahas penerapan restorative justice untuk perkara korupsi di bawah Rp50 juta, Selasa (8/3/2022). Foto: RFQ

Kejaksaan bakal menerapkan restorative justice (keadilan restoratif) terhadap perkara-perkara kasus korupsi ringan atau minor. Seperti kasus korupsi dengan nilai kerugian negara di bawah Rp50 juta. Ada mendukung dengan catatan, tapi ada yang menentang gagasan tersebut. Alasannya, ada pertentangan dengan UU No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) yang masih eksis berlaku.

Dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Al Araf menilai penerapan restorative justice terhadap perkara korupsi minor bertentangan dengan UU 31/1999 sebagaimana diubah dengan UU No.20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sebab, pengembalian kerugian negara tidak serta-merta menghapus pidana yang dilakukan pelaku.

Hal itu sudah diatur dalam Pasal 4 UU 31/1999 secara tegas mengatur pengembalian kerugian keuangan negara tak menghapus perbuatan pidana pelaku. Pasal 4 menyebutkan, “Pengembalian kerugian keuangan negara atau perekonomian negara tidak menghapuskan dipidananya pelaku tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3”.

“Pasal 4 UU Pemberantasan Tipikor masih eksis, sehingga tidak bisa dilawan dengan aturan internal Kejaksaan Agung terkait keadilan restoratif untuk kasus korupsi,” ujar Al Araf dalam sebuah diskusi yang berlangsung secara hybrid di Jakarta, Selasa (8/3/2022) kemarin.

Baca:

Seperti diketahui, dalam satu tahun terakhir, Kejaksaan telah menerapkan restorative justice secara masif terhadap perkara tindak pidana umum ringan melalui Peraturan Kejaksaan (Perja) No.15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif. Namun belakangan Jaksa Agung Sanitiar Burhanudin menggagas khusus untuk perkara korupsi dengan nilai kerugian negara di bawah Rp50 juta tidak perlu dipidana. Beleid tersebut memang berlaku umum, Kejaksaan tengah menyusun aturannya.   

Al, begitu biasa disapa, khawatir beleid tersebut diinterpretasikan ke dalam penanganan perkara korupsi. Terbukti, Kejaksaan bakal menerapkan restorative justice terhadap perkara korupsi minor. Dia khawatir keinginan korps adhyaksa malah disambut DPR dan pemerintah dengan merevisi UU 31/1999 untuk kedua kalinya. Namun sekalipun merevisi, Al yakin bukan soal korupsi di bawah Rp50 juta tidak dipidana, tapi lebih soal ketimpangan hukuman.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait