Resmi Tersangka, Eks Dirut Pertamina Ditahan di Rutan KPK
Terbaru

Resmi Tersangka, Eks Dirut Pertamina Ditahan di Rutan KPK

Dilakukan penahanan 20 hari ke depan.

Rofiq Hidayat
Bacaan 3 Menit

Nah, Karen pun secara sepihak ditengarai langsung memutuskan melakukan kontrak perjanjian dengan CCL tanpa melakukan kajian hingga analisis secara menyeluruh. Bahkan tidak melaporkan ke Dewan Komisaris PT Pertamina Persero. Selain itu, pelaporan untuk menjadi bahasan di lingkup Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), dalam hal ini pemerintah, tidak dilakukan sama sekali.

“Sehingga tindakan Karen tidak mendapatkan restu dan persetujuan dari pemerintah saat itu,” ujar Firli.


Buntut keputusan tersebut, kargo LNG milik PT Pertamina Persero yang dibeli dari perusahaan CCL menjadi tidak terserap di pasar domestik yang berakibat kargo LNG menjadi kelebihan pasokan dan tidak pernah masuk ke wilayah Indonesia. Kondisi kelebihan pasokan tersebut kemudian harus dijual dengan kondisi merugi di pasar internasional oleh PT Pertamina Persero.

Perbuatan GKK alias KA menimbulkan dan mengakibatkan kerugian keuangan negara sejumlah sekitar 140 juta dolar AS atau sekitar Rp2,1 Triliun. Alhasil, perbuatan Karen dijerat dengan sangkaaan Pasal Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Perintah jabatan

Sementara Karen mengatakan, sudah memberikan keterangan kepada penyidik KPK soal kebijakan pengadaan LNG dari Corpus Christi Liquefaction LLC Amerika Serikat. Penjelasan tersebut dituangkan dalam 13 halaman berita acara pemeriksaan dengan 20 pertanyaan. Menurutnya, aksi korporasi tersebut dilakukan mengikuti perintah jabatan berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) No.5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional.

“Di mana gas harus 30 persen. Terus Inpres 1 Tahun 2010 dan Inpres No.14 Tahun 2014,” ujarnya usai menjalani pemeriksaan.

Karen menegaskan, pengadaan LNG di Pertamina bukanlah aksi secara pribadi, tapi menjadi aksi korporasi Pertamina berdasarkan Inpres dan surat Unit Kerja Presiden 4 sebagai pemenuhan proyek strategis nasional. “Kalau tadi dibilang rugi, pertama saya ingin sampaikan bahwa perjanjian di tahun 2013 dan 2014 sudah dianulir dengan perjanjian 2015. Dan di Perjanjian 2015 di sana disampaikan di ayat 24,2 bahwa perjanjian 2013 dan 2014 sudah tidak berlaku lagi,” pungkasnya.

Sebagaimana diketahui, kasus yang menjerat Karen merupakan kedua kalinya. Kasus pertama, Karen tersandung perkara hukum dugaan korupsi. Pertengahan 2019, Karen diganjar vonis 8 tahun penjara serta denda Rp1 miliar subsider 4 bulan kurungan karena dinilai terbukti dalam kasus investasi blok Baser Manta Gummy (BMG) di Australia. Tapi setelah mendekam di balik jeruji besi selama 1,5 tahun, Karen dinyatakan lepas dari segala tuntutan berdasarkan putusan Mahkamah Agung (MA).


Tags:

Berita Terkait