Rencana Kenaikan Harga BBM Tidak Tepat Waktu
Berita

Rencana Kenaikan Harga BBM Tidak Tepat Waktu

Inflasi tahun ini akan mencapai 5,5-6,5 persen, melewati perkiraan pemerintah.

FNH
Bacaan 2 Menit
Rencana Kenaikan Harga BBM Tidak Tepat Waktu
Hukumonline

Pemerintah lagi-lagi tak konsisten mengeluarkan kebijakan Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi. Setelah sempat mewacanakan penerapan dua harga BBM bersubsidi, ternyata pemerintah tetap tak memilih rencana kebijakan tersebut. Bahkan, pemerintah berencana akan menaikkan harga BBM bersubsidi secara menyeluruh dengan menerapkan satu harga pada Juni mendatang. Rencana ini mendapat banyak kritikan dari berbagai pihak.

Salah satu pihak yang mengkritik rencana pemerintah tersebut adalah Ketua Umum Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (HIPPI), Sarman Situmorang. Menurut Sarman, kebijakan menaikkan harga BBM bersubsidi pada Juni mendatang tidak tepat karena akan memberikan beban yang berat kepada masyarakat selaku konsumen karena bertepatan dengan masuknya Tahun Ajaran Baru pendidikan serta menyambut Bulan Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri. “Tidak tepat, lebih baik dinaikkan setelah Hari Raya Idul Fitri,” kata Sarman dalam sebuah diskusi di Jakarta, Jumat (3/5).

Kenaikan BBM bersubsidi pada Juni mendatang, lanjut Sarman, mengakibatkan efek domino yang cukup besar yang harus dihadapi oleh masyarakat dan pengusaha. Hal ini akan berbalik kepada daya beli masyarakat yang kemungkinan akan mengalami penurunan dan berdampak pada pertumbuhan ekonomi Indonesia yang selama ini ditopang oleh konsumsi mayarakat. Pemberian Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang disiapkan pemerintah jika BBM bersubsidi dinaikkan takkan mendongkrak daya beli masyarakat.

Sarman memperkirakan, jika pemerintah tetap akan menaikkan harga BBM bersubsidi pada Juni mendatang, harga-harga bahan pokok dipasaran akan melonjak sebanyak 200 persen. Ia juga menyayangkan sikap pemerintah yang plin-plan menetapkan kebijakan energi nasional. Sikap tak tegas ini secara langsung berakibat pada naiknya harga-harga barang dipasar domestik.

“Baru wacana saja semua barang sudah naik 15 persen, apalagi realisasinya pada Juni mendatang,” cetusnya.

Namun Sarman menilai kenaikan BBM bersubsidi oleh pemerintah sah-sah saja dilakukan. Tentu saja, katanya, dengan pertimbangan-pertimbangan yang matang sehingga tidak menggerus daya beli masyarakat. Lagi pula, hal ini perlu dibahas pemerintah bersama DPR dan belum dapat dipastikan DPR akan menyetujui rencana tersebut.

Selain sisi daya beli masyarakat, Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Raja Okto Saptahari juga berpendapat sikap pemerintah yang “galau” dalam menentukan harga BBM bersubsidi justru berdampak buruk pada iklim usaha nasional. Pasalnya, tak ada kepastian berusaha di Indonesia ketika pemerintah hanya menghembuskan wacana tanpa mengambil kebijakan yang jelas. “Kalau belum pasti, lebih baik jangan diwacanakan,” katanya.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait