Regulasi Larangan Rokok di ASEAN, Indonesia Jauh Tertinggal
Berita

Regulasi Larangan Rokok di ASEAN, Indonesia Jauh Tertinggal

Sejumlah negara di ASEAN sudah melarang iklan rokok di televisi dan radio sejak tahun ‘80-an. Sedangkan larangan menyeluruh iklan rokok di setiap event dalam UU telah dilakukan sejak dekade ‘90-an. Indonesia masih membolehkan iklan rokok di televisi.

Ali
Bacaan 2 Menit
Regulasi Larangan Rokok di ASEAN, Indonesia Jauh Tertinggal
Hukumonline

 

Mengingat banyaknya penelitian yang mengungkapkan fakta bahaya merokok, harap Mary, Indonesia dapat mengikuti negara-negara tetangganya. Saya minta dengan hormat yang Mulia memutuskan agar iklan rokok dilarang di televisi dan radio, tuturnya kepada majelis hakim konstitusi. Menurut Mary, larangan iklan di televisi dan radio merupakan langkah awal melarang iklan rokok secara menyeluruh. Termasuk iklan-iklan outdoor yang acapkali bisa ditemukan di jalan-jalan.    

 

Langkah ini memang sedang diusahakan KPAI. Melalui Kuasa Hukumnya, Muhammad Joni, KPAI meminta agar MK menguji Pasal 46 ayat (3) huruf c yang berbunyi ‘Siaran iklan niaga dilarang: melakukan promosi yang memperagakan wujud rokok'. 

 

Dalam permohonannya, KPAI meminta agar MK membatalkan frase yang berbunyi ‘yang memperagakan wujud rokok'. Bila permohonan ini dikabulkan, maka Pasal 46 ayat (3) huruf c akan berbunyi ‘Siaran iklan niaga dilarang melakukan promosi rokok'. Artinya, iklan rokok tak boleh dilakukan sama sekali.

 

Sementara itu, Alex Kumara dari Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI) meminta agar Indonesia tak ikut-ikutan dengan negara  ASEAN lain. Tak perlulah kita mengikuti mereka, ujarnya. Ia menegaskan dari seluruh negara ASEAN, Indonesia adalah produsen tembakau terbesar. Jadi mengikuti negara-negara tetangga itu, hanya akan merugikan perekonomian Indonesia.

 

Lagipula, lanjut Alex, perlu dikaji ulang apakah pelarangan iklan itu akan berpengaruh dalam mengurangi jumlah perokok. Saya memang tak melakukan riset, tapi secara kasat mata, perokok di Singapura kok bertambah ya, jelas ahli dari pemerintah ini.

 

Rokok Membuat Miskin

Peneliti pada Lembaga Demografi Indonesia, Abdillah Hasan justru menelanjangi mitos-mitos atau kebohongan yang dibangun oleh industri rokok. Kontribusi industri rokok terhadap perekonomian Indonesia tahun 2005 hanya sebesar 1,6% dari PDB. Tidak sebesar yang didengung-dengungkan industri rokok, tuturnya.

 

Abdillah juga mencatat petani tembakau di Indonesia berjumlah 583.000 petani. Itu pun tak selama setahun mereka bertani tembakau mengingat karakteristik tanaman tembakau yang musiman, jelasnya.

 

Lebih parah lagi, berdasarkan penelitian Abdillah, pengeluaran untuk rokok di setiap rumah tangga sangat besar. 17 kali lebih besar dari beli daging, 15 kali lebih besar dari biaya kesehatan, 9 kali lebih besar dari biaya pendidikan, 5 kali lebih besar dari beli susu dan telur, dan 2 kali lebih besar dari membeli ikan, sebutnya.

 

Karena itu, menurut Abdillah, anak-anak yang seharusnya mendapat gizi dan pendidikan lebih baik untuk mengubah kehidupan orangtuanya menjadi terhambat. Ini semua karena biaya iklan rokok, tuturnya. Ia menegaskan karakteristik iklan rokok memang tak pilih kasih mensasar siapa saja. Entah si kaya atau si miskin. Bila yang tersasar adalah orang kaya, lanjutnya, itu bukan masalah. Tapi kalau orang miskin. Ia dan keluarganya akan tetap miskin, pungkasnya.

Sidang pengujian UU No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran (UU Penyiaran) yang diajukan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) semakin menghangat. Langkah KPAI untuk meminta pelarangan iklan rokok di televisi pun sepertinya bukan main-main. Beberapa ahli dan saksi dari dalam maupun luar negeri dihadirkan untuk mendukung permohonannya. Salah satu ahli yang dihadirkan adalah Mary Assunta dari South East Asia Tobacco Controll Aliance.  

 

Wanita asal Malaysia ini memaparkan sejarah regulasi larangan rokok di sejumlah negara ASEAN. Delapan negara ASEAN sudah menerapkan larangan merokok secara komprehensif, ujar Mary dengan bahasa Inggris di ruang sidang Mahkamah Konstitusi (MK), Selasa (21/4). Negara-negara yang dimaksud di antaranya Brunei, Singapura, Thailand, Vietnam, Philipina, Laos, dan Kamboja.    

 

Mary menjelaskan tahap-tahap pelarangan iklan rokok di negara-negara itu. Tahap pertama adalah pelarangan iklan rokok di televisi dan radio, sedangkan tahap kedua adalah pelarangan iklan rokok secara komprehensif di setiap kegiatan. Ia mencontohkan, di Brunei larangan iklan rokok di TV dan radio sudah dilakukan sejak 1976. Sedangkan larangan iklan rokok secara menyeluruh di negara Sultan Hassanah Bolkiah itu sudah diterapkan sejak 2005 dengan diterbitkannya UU yang mengatur larangan rokok.

 

Di Singapura, larangan iklan rokok di TV dan Radio sudah sejak 1971. Sedangkan UU yang mengatur larangan iklan rokok secara keseluruhan telah diterbitkan pada 1993. Lain lagi di Thailand. Di negeri sejuta pagoda itu, larangan iklan rokok secara total sudah sejak 1989. Lalu, pada 1993, UU nya disempurnakan lagi.

 

Di negeri Jiran Malaysia larangan iklan rokok di media elektronik telah dilakukan pada 1982 melalui peraturan setingkat instruksi menteri. Pada 1992, diterbitkan UU yang secara total larangan iklan rokok, kemudian di UU itu disempurnakan pada 2004. Dibanding negera-negara ASEAN ini, Indonesia jauh tertinggal, ujarnya.

Tags: