Reformasi TNI Dinilai Berjalan Mundur di Rezim Jokowi
Terbaru

Reformasi TNI Dinilai Berjalan Mundur di Rezim Jokowi

Tidak ada kebijakan yang arahnya mendukung reformasi TNI. Sebaliknya wacana revisi UU TNI arahnya bukan profesionalisme, tapi malah membahayakan demokrasi.

Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit
Diskusi bertema Menyikapi Kembalinya DwiFungsi ABRI, Perluasan Kewenangan TNI, isu Peradilan Militer dalam Pembahasan RUU TNI di DPR, Minggu (19/5/2024). Foto: Tangkapan layar youtube
Diskusi bertema Menyikapi Kembalinya DwiFungsi ABRI, Perluasan Kewenangan TNI, isu Peradilan Militer dalam Pembahasan RUU TNI di DPR, Minggu (19/5/2024). Foto: Tangkapan layar youtube

Perjuangan masyarakat sipil di era reformasi antara lain memisahkan institusi Polri dan TNI membuahkan hasil. Pemisahan itu merupakan bagian dari reformasi di sektor pertahanan dan keamanan. Tapi proses reformasi itu belum tuntas, salah satu yang belum direformasi yakni UU No.31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer.

Alih-alih merevisi beleid itu pemerintah dan DPR malah memproses revisi UU No.34 Tahun 2004 tentang TNI. Selama 2 periode pemerintahan Presiden Joko Widodo, kalangan masyarakat sipil menilai tidak ada kemajuan dalam reformasi TNI. Malah yang ada justru kemunduran.

Pengacara publik Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Fadhil Alfathan mengatakan tidak ada kemajuan yang impresif selama pemerintahan Presiden Jokowi terkait reformasi TNI. Sebaliknya malah kemunduran di sektor reformasi keamanan. Dia menyayangkan kondisi tersebut.

“Yang terjadi justru sebaliknya reformasi TNI dinilai berjalan mundur. Salah satu persoalan dalam draf revisi UU TNI adalah terkait dengan Peradilan Militer,” katanya dalam diskusi bertema ‘Menyikapi Kembalinya DwiFungsi ABRI, Perluasan Kewenangan TNI, isu Peradilan Militer dalam Pembahasan RUU TNI di DPR pada 22 Mei 2024,’ Minggu (19/5/2024).

Baca juga:

Pasal 65 ayat (2) UU 34/2004 mengatur prajurit TNI tunduk pada peradilan militer dalam hal pelanggaran hukum pidana militer dan tunduk pada kekuasaan peradilan umum dalam hal pelanggaran hukum pidana umum. Tapi ketentuan itu diubah RUU menjadi “Prajurit tunduk pada kekuasaan peradilan militer dalam hal pelanggaran hukum pidana militer dan hukum pidana umum.”

Fadhil menegaskan ketentuan RUU yang mengubah Pasal 65 ayat (2) itu bertentangan dengan semangat reformasi. Menurutnya, Peradilan Militer sangat problematik, di mana Odituur atau jaksa dan hakim merupakan unsur militer. Sistem Peradilan Militer harus ditinjau ulang karena menempatkan ‘justiable’ atau pelakunya sebagai subjek peradilan itu sendiri, bukan mengacu pada bentuk perkara yang ditanganinya. Hal itu bertentangan dengan prinsip pembentukan peradilan khusus di bawah Mahkamah Agung (MA).

Tags:

Berita Terkait