Ratusan Ribu Hektar Sawah Raib Setiap Tahun
Berita

Ratusan Ribu Hektar Sawah Raib Setiap Tahun

Sisa yang ada bergantung pada kebijakan Pemerintah. Ujian bagi implementasi Undang-Undang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan.

CR-9
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi foto;Mys.
Ilustrasi foto;Mys.

Laju kehilangan lahan persawahan di Indonesia begitu cepat. Oleh sebab itu, perlu dipikir ulang untuk menyebut negara ini adalah negara agraris. Berdasarkan catatan Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas), sejak sepuluh tahun terakhir, setiap tahun hampir 110 ribu hektar lahan pertanian beralih fungsi menjadi lahan non-pertanian. “Jika akar permasalahannya terus dibiarkan, lahan pertanian di Indonesia bisa tinggal sekitar empat juta hektar,” kata Direktur Perkotaan dan Pedesaan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Hayu Parasati di kantornya, Senin (19/7).

 

Potensi kehilangan lahan pangan produktif terus bertambah. Lebih dari delapan bulan setelah Undang-Undang No. 41 Tahun 2009 disahkan DPR dan Pemerintah, potensi kehilangan lahan pangan produktif terus bertambah. Padahal Undang-Undang ini membuat rambu perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan. Para pembuat wet ini mengakui “alih fungsi lahan pertanian merupakan ancaman terhadap pencapaian ketahanan dan kedaulatan pangan”. Alih fungsi lain mempunyai implikasi yang serius terhadap produksi pangan, lingkungan fisik, dan kesejahteraan petani.

 

Senada, Hayu mengatakan bahwa lahan pertanian semakin terancam alih fungsi. “Sebabnya, lahan pertanian makin banyak digunakan untuk kegiatan non-pertanian,” terangnya.

 

Hayu menunjuk satu sebab dari hal ini, yaitu rendahnya kontribusi sektor pertanian terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). “Tahun 2005, kontribusi sektor pertanian berkisar 13 persen. Sementara, tahun 2009 hanya meningkat 14 persen,” ujarnya. Angka ini, menurut Hayu, sangat kecil dibandingkan sektor lain. Alih fungsi berupa pengalihan ke lahan industri dan lainnya ini kebanyakan terjadi di pedesaan, khususnya di Jawa. Padahal, menurut Hayu, sekitar 60-70 persen penduduk desa masih bergantung pada komoditi beras.

 

Ia juga mengatakan hal ini kontras dengan kondisi pedesaan di Indonesia. Sekitar 80 persen daerah Indonesia merupakan daerah pedesaan. Secara total, angka ini berjumlah 70.000 desa. Kemudian, penduduk desa sendiri sekitar 56 persen dari total penduduk Indonesia. Kondisi ini diperparah dengan buruknya infrastruktur pedesaan. Terdapat perbedaan besar antara pembangunan antara wilayah perdesaan dengan perkotaan. “Misalnya, infrastruktur listrik baru menjangkau 86 persen dan infrastruktur air baru 47 persen dari total desa,” demikian urai Hayu. Hal ini menyebabkan produktifitas sektor pertanian menjadi rendah.

 

Akibat buruknya infrastruktur pedesaan, perpindahan penduduk desa ke kota (urbanisasi) akan semakin besar. “Grafik urbanisasi semakin tinggi. Apabila keberpihakan pembangunan terhadap desa tidak sungguh-sungguh dan nyata, maka sebagian besar penduduk akan pindah ke kota,” jelas Hayu.

Tags:

Berita Terkait