Ratusan Rekomendasi HAM untuk Indonesia
Berita

Ratusan Rekomendasi HAM untuk Indonesia

Dari 180 rekomendasi, pemerintah Indonesia menyetujui 80 persen, sisanya masih dalam pertimbangan.

Ady/CR-13
Bacaan 2 Menit

Mengenai masalah intoleransi yang cukup banyak dikritisi oleh berbagai negara, Anshor mengatakan terdapat 20 rekomendasi. Pada sidang itu pemerintah diharapkan meninjau ulang peraturan nasional yang tidak sesuai dengan norma dan standar HAM internasional. Serta mendesak agar pemerintah Indonesia segera melakukan langkah untuk mencegah berulangnya tindak kekerasan berbasis agama.

Langkah selanjutnya yang akan diambil Kemenlu pasca sidang UPR adalah melakukan sosialisasi ke berbagai pihak agar mengetahui hasil sidang UPR tersebut. Sosialisasi itu bukan hanya dilakukan kepada lembaga pemerintahan terkait di tingkat pusat tapi juga sampai ke tingkat daerah. Pasalnya, terdapat rekomendasi yang menganjurkan agar peraturan daerah yang tidak senafas dengan HAM ditinjau ulang.

Selain itu yang tak kalah pentingnya menurut Anshor adalah mengkomunikasikan hasil UPR ini kepada DPR. Pasalnya, terdapat rekomendasi yang terkait dengan legislasi.

Koordinator Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Haris Azhar, mengatakan Sidang Tinjauan Periodik (UPR) yang berlangsung di Jenewa, Swiss pada Rabu (23/5) pekan lalu itu sebagai bentuk pelajaran bagi pemerintah Indonesia. Pasalnya, dalam sidang itu berbagai negara di dunia mengkritisi secara tajam penegakan HAM yang ada di Indonesia.

Dari pantauan Haris, setidaknya ada empat poin penting dalam sidang itu. Pertama, persoalan HAM di Indonesia menjadi concern masyarakat internasional. Kedua, masalah intoleransi yang semakin meningkat di Indonesia dan pemerintah dinilai gagal untuk mengatasinya. Ketiga, berbagai negara menyoroti masalah reformasi hukum dan implementasinya. Keempat, masalah pelanggaran HAM di Papua dan pendekatan keamanan yang dilakukan pemerintah untuk menuntaskan persoalan di Papua.

Berbagai kritik dan masukan yang dilontarkan dalam sidang tersebut menurut Haris adalah cerminan dimana politik pencitraan yang selama ini digunakan pemerintah Indonesia di dunia internasional tidak ampuh. Haris menilai saat ini pemerintah sulit untuk mengunakan metode tersebut.

“Menjadi anggota HAM PBB, aktif di ASEAN, bangga bergabung dengan G-20, tapi kalau lalai dalam penegakan HAM, sama juga bohong,” kata Haris kepada hukumonline di Jakarta, Senin (28/5).

Tags: