Ragam Masalah Hukum Fintech yang Jadi Sorotan di 2018
Lipsus Akhir Tahun 2018:

Ragam Masalah Hukum Fintech yang Jadi Sorotan di 2018

Permasalahan hukum industri fintech timbul akibat lemahnya regulasi. Perkembangan industri fintech menjadi tantangan tersendiri bagi konsultan hukum pasar modal dan keuangan.

Mochamad Januar Rizki
Bacaan 2 Menit

 

(Baca Juga: Advokat Ini Ingatkan Risiko Kerahasiaan Data Pribadi Sebelum Lakukan Pinjaman Fintech)

 

Padahal, dengan menyetujui persyaratan, data pribadi pada smartphone nasabah dapat diakses perusahaan fintech. Penggunaan data pribadi nasabah tersebut merupakan salah satu risiko yang harus dihadapi konsumen saat menggunakan layanan fintech.

 

Penagihan dengan penggunaan data pribadi dianggap lumrah karena hal tersebut merupakan cara perusahaan fintech menagih pinjaman nasabahnya. Biasanya perusahaan fintech memerlukan emergency contact sehingga dapat digunakan untuk penagihan. Selain itu, dengan menyetujui persyaratan layanan atau term of condition sebelum meminjam, nasabah sudah dianggap menyetujui perusahaan fintech mengakses data pribadi tersebut.

 

Namun, penggunaan data pribadi untuk kepentingan penagihan juga menjadi perdebatan di publik. Penggunaan data pribadi ini dianggap melanggar hukum. Selain melanggar kerahasiaan data pribadi, pengaksesan data pribadi ini juga mengganggu pihak luar yang tidak terlibat dalam pinjaman nasabah. Sebab, perusahaan fintech tersebut dapat menghubungi rekan hingga kerabat nasabah untuk kepentingan penagihan pinjaman tersebut.

 

Hingga saat ini, tidak ada batasan jelas mengenai penggunaan data pribadi dalam penagihan pinjaman tersebut. Kedepan, tanpa ada pengaturan jelas mengenai penggunaan data pribadi maka perdebatan ini akan terus muncul dalam industri fintech.

 

POJK 77/2016

Kerahasiaan Data

Pasal 26:

Penyelenggara wajib:

  1. menjaga kerahasiaan, keutuhan, dan ketersediaan data pribadi, data transaksi, dan data keuangan yang dikelolanya sejak data diperoleh hingga data tersebut dimusnahkan;
  2. memastikan tersedianya proses autentikasi, verifikasi, dan validasi yang mendukung kenirsangkalan dalam mengakses, memproses, dan mengeksekusi data pribadi, data transaksi, dan data keuangan yang dikelolanya;
  3. menjamin bahwa perolehan, penggunaan, pemanfaatan, dan pengungkapan data pribadi, data transaksi, dan data keuangan yang diperoleh oleh Penyelenggara berdasarkan persetujuan pemilik data pribadi, data transaksi, dan data keuangan, kecuali ditentukan lain oleh ketentuan peraturan perundangundangan;
  4. menyediakan media komunikasi lain selain Sistem Elektronik Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi untuk memastikan kelangsungan layanan nasabah yang dapat berupa surat elektronik, call center, atau media komunikasi lainnya; dan
  5. memberitahukan secara tertulis kepada pemilik data pribadi, data transaksi, dan data keuangan tersebut jika terjadi kegagalan dalam perlindungan kerahasiaan data pribadi, data transaksi, dan data keuangan yang dikelolanya.

 

Tantangan Bagi Konsultan Hukum

Selain diatur dalam POJK No. 77 Tahun 2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi, kegiatan fintech juga diatur oleh Bank Indonesia (BI). Bank Indonesia secara khusus menerbitkan berbagai peraturan soal penyelenggaraan fintech.

 

1.

Peraturan Bank Indonesia No.18/40/PBI/2016 tentang Penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Pembayaran

2.

Peraturan Bank Indonesia No.19/12/PBI/2017 tentang Penyelenggaraan Teknologi Finansial

3.

Peraturan Anggota Dewan Gubernur No.19/14/PADG/2017 tentang Ruang Uji Coba Terbatas(Regulatory Sandbox) Teknologi Finansial

4.

Peraturan Anggota Dewan Gubernur No.19/15/PADG/2017 tentang Tata Cara Pendaftaran, Penyampaian Informasi, dan Pemantauan Penyelenggara Teknologi Finansial

 

Dalam Peraturan Bank Indonesia No.19/12/PBI/2017 tentang Penyelenggaraan Teknologi Finansial (PBI Tekfin) telah ditegaskan definisi yang digunakan oleh BI mengenai fintech hingga kategori dan kriterianya.

 

Definisi Teknologi Finansial/Fintech

Pasal 1:

Teknologi Finansial adalah penggunaan teknologi dalam sistem keuangan yang menghasilkan produk, layanan, teknologi, dan/atau model bisnis baru serta dapat berdampak pada stabilitas moneter, stabilitas sistem keuangan, dan/atau efisiensi, kelancaran, keamanan, dan keandalan sistem pembayaran.

Kategori Penyelenggaraan Teknologi Finansial/Fintech

Pasal 3 ayat 1:

1. Sistem pembayaran;

2. Pendukung pasar;

3. Manajemen investasi dan manajemen risiko;

4. Pinjaman, pembiayaan, dan penyediaan modal; dan

5. Jasa finansial lainnya.

Kriteria Teknologi Finansial/Fintech

Pasal 3 ayat 2:

1.  Bersifat inovatif;

2. Dapat berdampak pada produk, layanan, teknologi, dan/atau model bisnis finansial yang telah eksis;

3. Dapat memberikan manfaat bagi masyarakat;

4. Dapat digunakan secara luas; dan

5. Kriteria lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.

 

Peluang bisnis dalam industri fintech sangat besar mengingat berbagai perusahaan fintech akan terus berkembang memenuhi permintaan konsumen. Seiring semakin besarnya industri ini akan membutuhkan jasa layanan hukum dari para konsultan hukum. Perkembangan fintech yang begitu pesat diyakini akan membuat regulator sulit mengimbangi industri ini dalam hal pengaturan. Di sinilah peran penting konsultan hukum membantu klien dari industri fintech agar tetap bersandar pada regulasi yang berkaitan meskipun belum diatur secara khusus dan lengkap.

 

(Baca Juga: Para Lawyer Dituntut ‘Melek’ Hukum Soal Fintech)

 

Hal itu seperti diutarakan oleh M. Ajisatria Suleiman, Direktur Eksekutif Kebijakan Publik Asosiasi Fintech Indonesia. Menurutnya, isu utama dalam industri fintech adalah soal ketidakpastian hukum. Dia menilai baru segelintir produk fintech yang diatur atau baru setengah diatur, bahkan belum sama sekali.

 

Ajisatria mengatakan bahwa ekspektasi pengusaha fintech kepada para konsultan hukum sebenarnya tidak muluk. “Ekspektasinya para lawyers paham prinsip-prinsip dasar dari sistem hukumnya, ini akan kompleks metodenya (fintech), kalau nggak paham basic-nya nanti bingung sendiri memahami kompleksitas fintech,” kata Ajisatria.

 

Pernyataan Ajisatria diamini Ketua Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal (HKHPM) yang ketika itu masih dijabat Indra Safitri. Menurut Indra, perkembangan industri fintech menjadi tantangan tersendiri bagi konsultan hukum pasar modal dan keuangan ke depan. Dia menilai perlu ada perhatikan serius karena ada perubahan era konvensional menuju digitalisasi yang mempengaruhi desain hukum yang mendukung kebutuhan bisnis kliennya.

 

“HKHPM perlu menyiapkan anggotanya agar memiliki paradigma baru soal fintech, kita akan berhadapan langsung dengan industri ini di pasar modal dan keuangan,” kata Indrayang saat ini menempati Dewan Redaksi Jurnal Hukum dan Pasar Modal HKHPM Periode 2018-2021.

 

Tags:

Berita Terkait