Putusan MK Tak Berpengaruh Pada Pemilu 2009
Berita

Putusan MK Tak Berpengaruh Pada Pemilu 2009

Jimly menilai keputusan KPU yang menetapkan 34 parpol peserta pemilu 2009 sah. Semua perbuatan hukum yang dilakukan sebelum putusan, sah secara hukum, ujarnya

Ali
Bacaan 2 Menit
Putusan MK Tak Berpengaruh Pada Pemilu 2009
Hukumonline

 

Sedangkan pemohon, tujuh parpol yang tak lolos ET 3 persen dan tak punya kursi di DPR, harus repot-repot di verifikasi oleh KPU untuk mengikuti Pemilu 2009. Akhirnya, MK memang mengabulkan permohonan ini. Sayangnya, sembilan parpol di Senayan yang lolos otomatis padahal tak memenuhi ET 3 persen sudah lebih dulu ditetapkan oleh KPU sebagai peserta Pemilu 2009.

 

Ketua KPU Abdul Hafiz Anshary menegaskan keputusan KPU yang telah menetapkan 34 parpol peserta Pemilu 2009, termasuk sembilan parpol itu, tak bisa lagi diganggu gugat. Ia menegaskan dasar hukum yang digunakannya ketika menetapkan masih berlaku, meski satu hari setelah itu tak dinyatakan berlaku.

 

Ditambahkan Jimly, asas yang mengatakan bila terjadi perubahan hukum maka yanng diambil oleh hakim adalah hukum yang menguntungkan pihak yang bersangkutan. Dalam hal ini sembilan parpol di parlemen yang telah lolos otomatis sebagai peserta pemilu 2009.

 

Lalu, bagaimana dengan pemohon? Jimly menilai secara teknis mereka tak dirugikan. Tapi tak ikut untung saja, katanya. Mestinya kan harus sama-sama untung, tambahnya mengingatkan pertimbangan mahkamah yang menyebutkan bila sembilan parpol diuntungkan lolos otomatis, sebagai perlakuan yang sama, maka parpol peserta pemilu 2004 yang tak lolos ET juga seharusnya diloloskan secara otomatis.

 

Pertimbangan inilah yang digunakan Ketua Partai Buruh Sosial Demokrat (PBSD), salah satu pemohon, Mochtar Pakpahan sebagai bargain politiknya. Bersama dengan Partai Merdeka dan Partai Syarikat Indonesia, PBSD memang ketiban sial. Mereka dinyatakan tak lolos verifikasi sebagai peserta Pemilu 2009. Mochtar meminta agar KPU meloloskan seluruh parpol peserta pemilu 2004 untuk mengikuti Pemilu 2009 sebagai perlakuan yang sama terhadap sesama parpol yang tak lolos ET. Mochtar jelas mengacu pada pertimbangan mahkamah dalam putusan itu.    

 

Hafiz kembali menolak. Pertama, tak ada satu klausul pun dalam UU untuk mengakomodasi itu, ujarnya. Kedua, verifikasi dan penetapan sudah diumumkan, sehingga tak mungkin lagi menambah peserta Pemilu 2009.

 

Sudah Berusaha Mempercepat

Persoalan ini sebenarnya, tak akan timbul bila ada komunikasi antara MK dan KPU terkait putusan dan penetapan parpol peserta Pemilu 2009. Sebelumnya, kuasa hukum pemohon Zainal Abidin mengkritik KPU tak mau bersabar menunggu putusan ini. Hafiz menolak anggapan itu. Ia mengaku hanya bekerja berdasarkan ketentuan UU Pemilu Legislatif yang menyebutkan parpol peserta pemilu harus sudah ditetapkan 9 bulan sebelum pemungutan suara.

 

KPU telah menetapkan hari pemungutan suara tanggal 9 April 2009. Artinya, penetapan peserta pemilu harus sudah dilakukan pada tanggal 9 Juli 2008, sehari sebelum putusan di MK ini dibacakan. Hafiz mengungkapkan KPU memang sempat menunda hari pencoblosan yang seharusnya tanggal 5 April ke tanggal 9 April. Tapi toh putusan MK itu tak kunjung datang.

 

Jimly beda lagi. Kita sudah berusaha mempercepat pemeriksaan (permohonan 7 parpol,-red), tuturnya. Sayangnya, lanjut Jimly, walau sudah berusaha secepat-cepatnya putusan itu baru bisa dibacakan kemarin (10/7). Hanya sebatas itu kemampuan yang dimilik MK. Kita tak boleh mempercepat di luar prosedur, tambahnya. 

 

Selain itu, Jimly juga menjawab pertanyaan beberapa pihak mengapa MK tak meminta KPU untuk menghentikan tahapan pemilu sampai permohonan ini diputus. Jimly mengeluarkan istilah hukum yang mungkin jarang terdengar di telinga. Presumption of constitutional, sebutnya. Bila di pengadilan biasa ada istilah presumption of innocence atau asas praduga tak bersalah, maka di MK yang berlaku adalah istilah yang disebut itu.

 

Nama lainnya adalah praduga konstitusional. Yaitu, jelas Jimly, setiap UU yang diuji, maka harus diduga konstitusional sampai ada putusan yang bilang UU itu inkonstitusional. Mirip dengan asas praduga tak bersalah memang.

 

Meski permohonannya dikabulkan, tujuh parpol kecil non parlemen tetap harus gigit jari. Baik si empunya putusan, Mahkamah Konstitusi (MK), maupun pihak yang diharapkan menjalankan putusan, Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyiratkan putusan tersebut tak berimplikasi terhadap pemilihan umum (Pemilu) 2009. Kedua pemimpin lembaga negara itu pun sampai merasa perlu memberikan penjelasan secara khusus kepada pers seputar putusan serta implikasinya itu.

 

Ketua MK Jimly Asshiddiqie tak lupa membawa buku saku berisi UUD 1945 dan UU No. 24 Tahun 2003 tentang MK sebagai dasarnya berbicara dalam jumpa pers yang digelar di gedung MK, Jumat (11/7). Jimly memang akan menjelaskan sifat putusan MK yang bersifat non retroaktif atau tidak berlaku surut.

 

Guru Besar Hukum Tata Negara (HTN) Universitas Indonesia ini mengutip ketentuan Pasal 47 UU MK. Putusan Mahkamah Konstitusi memperoleh kekuatan hukum tetap sejak selesai diucapkan dalam sidang pleno terbuka untuk umum, bacanya. Selain itu, Jimly juga mengutip ketentuan Pasal 58 UU MK.

 

‘Undang-Undang yang diuji oleh Mahkamah Konstitusi tetap berlaku, sebelum ada putusan yang menyatakan bahwa undang-undang tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945,' demikian bunyi pasal tersebut.

 

MK dan KPU sengaja menggelar konperensi pers itu untuk berusaha menjelaskan seputar pro kontra terkait putusan teranyar MK yang membatalkan Pasal 316 huruf d UU No 10 Tahun 2008 tentang Pemilu Legislatif. Pemohon yang terdiri dari tujuh parpol kecil non parlemen mempersoalkan adanya perlakuan yang tak sama antar sesama parpol yang tak lolos electoral threshold 3 persen. Pasal 316 huruf d memang memberikan kemudahan bagi parpol yang tak lolos ET asal punya satu kursi di DPR untuk mengikuti Pemilu 2009 secara otomatis tanpa perlu di verifikasi KPU.

Tags: