Saldi menjabarkan bahwa dengan terjadinya perubahan kelembagaan Bawaslu Kabupaten/Kota berdasarkan UU Pemilu, maka hal tersebut tidak hanya berdampak terhadap kedudukan Bawaslu Kabupaten/Kota dalam mengawasi penyelenggaraan pemilu, melainkan juga dalam menyelenggarakan pengawasan pemilihan kepala daerah.
Hal ini berarti, dengan adanya tugas dan wewenang Bawaslu mengawasi pemilihan kepala daerah sesuai UU Pilkada, perubahan kelembagaan Bawaslu melalui UU Pemilu dengan sendirinya berlaku pula dalam pelaksanaan Pilkada. Sehingga penyesuaian terhadap perubahan dimaksud dalam UU Pilkada menjadi sangat penting.
Selama tidak dilakukan penyesuaian kelembagaan pengawas pemilihan tingkat kabupaten/kota sebagaimana diatur dalam UU Pilkada dengan perubahan dalam UU 7/2017, hal ini menyebabkan terjadinya ketidakpastian hukum keberadaan lembaga pengawas pemilihan kepala daerah di kabupaten/kota.
Bahkan, sebagaimana telah dinyatakan dalam pertimbangan hukum Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 31/PUU-XVI/2018, maka sesuai dengan Pasal 22E Ayat (5) UUD 1945, struktur penyelenggara pemilihan untuk memilih anggota DPR, anggota DPD, Presiden dan Wakil Presiden, dan anggota DPRD, dan penyelenggaraan pemilihan kepala daerah seharusnya tetap sama meskipun melaksanakan mandat dari dua undang-undang yang berbeda.
“Dengan pertimbangan hukum sebagaimana dikemukakan, dalil para Pemohon yang menyatakan norma pasal-pasal a quo dalam UU Pilkada sepanjang frasa “Panwas Kabupaten/Kota” tidak dimaknai menjadi frasa “Badan Pengawas Pemilu Kabupaten/Kota” bertentangan dengan UUD 1945 adalah beralasan menurut hukum,” tegasnya.