Putusan Kasus Penyandang Disabilitas Momentum Perbaiki Layanan Publik
Berita

Putusan Kasus Penyandang Disabilitas Momentum Perbaiki Layanan Publik

Pemerintah perlu menerbitkan peraturan pelaksana sebagaimana amanat UU No. 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas.

Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit

 

Kuasa hukum lainnya, Ikhwan Fahrojih, menekankan agar putusan itu menjadi sumber hukum yang dipatuhi semua maskapai penerbangan dalam memenuhi dan melindungi hak penyandang disabilitas. Dalam gugatan, pihak penggugat menilai pemerintah berkontribusi terhadap terhadinya pelanggaran yang menimpa Dwi Ariyani karena ada kebijakan yang tidak tuntas dan ini tanggungjawab pemerintah, khususnya Kementerian Perhubungan.

 

Ikhwan menjelaskan pasal 134 UU No. 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan mengatur adanya pelayanan berupa perlakuan dan fasilitas khusus dari badan usaha angkut udara antara lain untuk penyandang disabilitas. Fasilitas khusus itu untuk penyandang disabilitas diantaranya penyediaan fasilitas selama di pesawat udara, personel yang dapat berkomunikasi dengan penyandang disabilitas, dan buku petunjuk keselamatan dan keamanan penerbangan yang dapat dimengerti penyandang disabilitas.

 

Kemudian pasal 135 UU Penyandang Disabilitas mengamanatkan Menteri untuk menerbitkan peraturan lebih lanjut mengenai pelayanan berupa perlakuan dan fasilitas khusus itu. Menurut Ikhwan Menteri Perhubungan harus menerbitkan Peraturan Menteri (Permen) untuk sebagaimana amanat ketentuan tersebut, namun sampai sekarang peraturan teknis itu belum terbit. “Ada kekosongan hukum dalam melindungi hak penyandang disabilitas di sektor penerbangan,” tukasnya.

 

(Baca juga: Menunggu Putusan Hakim dalam Kasus Penumpang Disabilitas Gugat Maskapai).

 

Ketua Umum Pokja Implementasi UU Penyandang Disabilitas, Ariani Soekanwo, mengalami kebijakan diskriminatif maskapai penerbangan terhadap penyandang disabilitas. Ariani diminta untuk mengisi formulir pernyataan yang intinya pihak maskapai tidak akan menanggung kerugian jika terjadi sesuatu yang mengakibatkan luka atau sakit selama penerbangan. Menurut Ariani absennya ketentuan yang melindungi hak-hak penyandang disabilitas di bidang penerbangan membuat maskapai menerbitkan aturan sendiri sehingga berpeluang menyebabkan diskriminasi.

 

Menurut Ariani pemerintah perlu membentuk Komisi Nasional Disabilitas (KND) untuk membenahi tata kelola dalam pemenuhan dan perlindungan hak-hak penyandang disabilitas. Komite itu akan membantu pemerintah dalam membentuk kebijakan yang tepat bagi penyandang disabilitas. Pembentukan KND sesuai amanat UU Penyandang Disabilitas.

 

Ariani mencatat ada 15 Peraturan Pemerintah (PP), 2 Peraturan Presiden (Perpres), dan 1 Peraturan Menteri (Permen) yang dimandatkan UU Penyandang Disabilitas. Namun, pemangku kepentingan sepakat peraturan pelaksana itu disederhanakan lagi menjadi 7 PP, 1 Perpres, dan 1 Permen. Berbagai peraturan pelaksana itu sampai saat ini masih dibahas oleh pemerintah dan organisasi penyandang disabilitas.

 

Ketujuh PP itu diantaranya tentang Perencanaan, Pelaksanaan, dan Evaluasi Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas. Kemudian, PP yang mengatur tentang akomodasi yang layak di peradilan seperti juru bahasa bagi penyandang disabilitas, sarana dan prasarana. “1 Perpres tentang pembentukan KND dan 1 Permen tentang kesejahteraan sosial,” paparnya.

Tags:

Berita Terkait