Meskipun baru dalam bentuk rancangan, rencana Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menarik pungutan terhadap profesi konsultan hukum dikritik. Sebelumnya, Ketua Umum Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal (HKHPM) Indra Safitri menyatakan pihaknya berharap konsultan hukum tidak dikenai pungutan.
Tertuang dalam materi sosialisasi RPP tentang Pungutan oleh OJK yang dipaparkan dalam sebuah seminar di Jakarta, November 2012 silam, OJK menyatakan penggunaan pungutan untuk membiayai kegiatan operasional, administratif, pengadaan aset, serta kegiatan pendukung lainnya. OJK memproyeksikan pada tahun 2017 pembiayaan lembaga yang dibentuk berdasarkan UU No. 21 Tahun 2011 ini akan mandiri.
OJK memberlakukan enam jenis pungutan. Pertama, pungutan terkait biaya pengaturan, pengawasan, pemeriksaan dan penelitian untuk satu tahun. Kedua, pungutan terkait biaya pendaftaran dan persetujuan produk.
Ketiga, pungutan terkait biaya penelaahan dokumen aksi korporasi emiten atau perusahaan publik dan biaya penelaahan dokumen aksi pengendali baru emiten atau perusahaan publik. Keempat, pungutan terkait biaya perizinan, persetujuan, pendaftaran, dan pengesahan lembaga. Kelima, pungutan terkait biaya perizinan dan pendaftaran orang perseorangan. Keenam, biaya penyediaan data dan informasi.
Dari keenam jenis pungutan itu, dua diantaranya diberlakukan terhadap konsultan hukum, dengan rincian sebagai berikut:
Jenis Pungutan | Besaran |
Pengaturan, pengawasan, pemeriksaan dan penelitian untuk satu tahun | Rp1 juta – 2 juta per orang |
Pungutan terkait biaya perizinan dan pendaftaran orang perseorangan | Rp5 juta per orang |
Pakar hukum perbankan, Yunus Husein berpendapat konsultan hukum seharusnya tidak dikenakan pungutan. Pasalnya, konsultan hukum posisinya hanya sebagai profesi penunjang perbankan.