PSHK Usul Sejumlah Regulasi Direvisi untuk Perkuat Masyarakat Sipil
Utama

PSHK Usul Sejumlah Regulasi Direvisi untuk Perkuat Masyarakat Sipil

Antara lain revisi secara menyeluruh UU ITE termasuk mencabut Pasal 27A, 28 ayat (3), dan 40 UU ITE terbaru, UU Ormas, hingga mencabut UU Cipta Kerja.

Ady Thea DA
Bacaan 5 Menit

“Cabut Pasal 302 ayat (1) UU 1/2023,” sarannya.

Kebebasan bagi organisasi masyarakat sipil yang fokus di bidang HAM juga tak luput jadi sorotan Nufa. Dia melihat pembela HAM sebagai aktor inti dalam ruang gerak masyarakat sipil. Tapi selama ini pembela HAM tidak mendapat perlindungan yang memadai dalam melakukan kerja-kerja HAM. Organisasi masyarakat sipil juga kerap menjadi target padahal perannya penting memastikan pemerintah bekerja dengan tata kelola yang baik, transparan, bebas KKN.

Oleh karena itu seluruh pasal karet UU ITE harus dihapus. Menurutnya, UU No.39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM) perlu direvisi untuk memperkuat perlindungan terhadap pembela HAM. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan segera menerbitkan aturan anti-SLAPP, termasuk implementasi ketat Surat Keputusan Ketua MA No.36 Tahun 2013.

Asisten Peneliti PSHK, Cikal Restu Syiffawidiyana, melanjutkan persoalan yang dihadapi organisasi masyarakat sipil yang bergerak di sektor HAM. Antara lain permasalahan formil dan substansi dalam Perppu Ormas. Perlu mengeluarkan Yayasan dan Perkumpulan dari lingkup pengertian ormas dalam UU Ormas. Kesempatan organisasi masyarakat sipil berbadan hukum seperti Yayasan dan Perkumpulan untuk mengikuti proses pengadaan barang/jasa pemerintah melalui swakelola tipe III selama ini belum terselenggara secara insentif.

Permendagri No.38 Tahun 2008 tentang Penerimaan dan Pemberian Bantuan Organisasi Kemaysarkaat Dari dan Kepada Pihak Asing menurut Cikal menimbulkan kebingungan dan tak lagi relevan. Terakhir, organisasi masyarakat sipil menghadapi kendala implementasi kebijakan insentif pajak. Guna membenahi persoalan itu direkomendasikan untuk mencabut UU Ormas/Perppu Ormas, dan revisi Permendagri 38/2008.

Cabut UU Cipta Kerja

Soal kebebasan serikat buruh, Cikal merekomendasikan UU 6/2023 dicabut atau setidaknya klaster ketenagakerjaan. Menurutnya, UU Cipta Kerja selain cacat formil juga mengganggu eksistensi karena menganggap serikat buruh tidak penting dan menarik mundur tanggung jawab pemerintah. Semakin hilangnya jaminan kepastian kerja dalam UU Cipta Kerja memicu rendahnya keinginan pekerja/buruh untuk bergabung dengan serikat pekerja/buruh.

UU No.21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh perlu direvisi karena belum maksimal mengakomodir kepentingan buruh,” usulnya.

Terakhir, jaminan kebebasan berkumpul. Cikal melihat ada pengekangan dan ketidakpastian hukum. Misalmya sifat ‘pemberitahuan’ berubah menjadi ‘izin’ dalam hal penyampaian pendapat di muka umum. Hal itu diperparah dengan peraturan daerah yang mempersempit jaminan kebebasan berkumpul.

Termasuk Peraturan Kapolri yang membuat syarat pemberitahuan yang tidak terpenuhi menjadi ‘larangan’ sehingga menyebabkan konsekuensi hukum. Padahal mekanisme pemberitahuan tidak memberikan kewenangan diskresi kepada aparat untuk menolak atau memberikan persetujuan.

Cikal menyarankan Pasal 10 dan Pasal 15 UU No.9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum dan peraturan pelaksananya ditinjau kembali dan dilakukan sinkronisasi. Begitu pula Pasal 274 UU 1/2023, perlu ditafsirkan ketentuan itu tidak berlaku sepanjang berkaitan dengan penyampaian pendapat di muka umum.

Tags:

Berita Terkait