Prostitusi Online dan Hukum Pidana
Kolom

Prostitusi Online dan Hukum Pidana

PSK dan orang yang menggunakan jasa prostitusi tidak diancam dengan pidana karena perbuatan ini masuk dalam kategori victimless crime atau kejahatan tanpa korban.

Bacaan 2 Menit

 

Mengapa pengguna layanan seksual tidak dipidana?

Mereka yang menjadi pengguna layanan prostitusi online tidak dapat diancam pidana karena tidak ada peraturan yang dapat dijadikan dasar hukum untuk menghukum pengguna layanan seksual dengan modus prostitusi online. Kecuali hubungan seksual dengan PSK itu dilakukan dengan paksaan baik dengan kekerasan atau ancaman kekerasan atau dengan tipu daya atau jika ia melakukannya dengan anak yang masih di bawah umur (baik dengan persetujuan atau tidak) atau jika ia mengirimkan atau menyebarluaskan kembali informasi atau dokumen elektronik bermuatan kesusilaaan yang dikirimkan oleh PSK tersebut kepada pihak lain. Apabila terbukti bahwa pihak tersebut menyebarkan kembali konten asusila yang dikirimkan oleh PSK kepadanya, maka ia dapat dikenakan ketentuan Pasal 27 ayat (1) UU ITE.

 

Prostitusi Online dan Asas Praduga Tidak Bersalah

Dalam Peraturan Kapolri No. 12 Tahun 2009 Pengawasan Dan Pengendalian Penanganan Perkara Pidana Di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Perkap 12/2009) yang sudah dicabut dan diganti dengan Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2012 tentang Manajer Penyidikan Tindak Pidana, untuk menetapkan seseorang menjadi tersangka, polisi harus memiliki bukti permulaan yang cukup yaitu paling sedikit 2 jenis alat bukti yang ditentukan melalui gelar perkara.

 

Dengan demikian, seorang penegak hukum yang mengeluarkan pernyataan yang bertendensi dan menjadikan seseorang sebagai tersangka dengan mengabaikan proses yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan berpotensi melakukan pelanggaran etik dan disiplin. Jika menetapkan seorang tersangka tidak sesuai prosedur maka polisi tersebut dapat dilaporkan ke Sentra Pelayanan Kepolisian (SPK) pada kantor-kantor polisi terdekat, Divisi Profesi dan Pengamanan Kepolisian RI tingkat pusat dan akan ditindaklanjuti ke Komisi Kode Etik Polri, dengan ancaman sanksi dan hukuman disiplin.

 

Kasus prostitusi online ini merupakan delik kesusilaan, dengan demikian pemberitaan terhadap proses pemeriksaannya hendaknya dilakukan secara terbatas bahkan tertutup karena karakteristik proses pemeriksaan dan persidangan kasus kesusilaan sifatnya tertutup untuk umum sesuai aturan hukum yang berlaku.

 

Hal ini demi menghormati hak-hak setiap pihak yang terlibat khususnya untuk menjamin perlindungan terhadap hak-hak pelaku sebagai tersangka hingga dapat dibuktikan kesalahannya yaitu tindak pidana apa yang telah dilakukannya. Pemberitaan yang meluas di media massa dapat menjadikan pihak-pihak yang terlihat rentan dihakimi oleh masyarakat, yang mana hal ini dapat melanggar asas praduga tak bersalah yang dijamin oleh KUHAP.

 

*)Nathalina Naibaho adalah Anggota Bidang Studi Hukum Pidana Dosen Fakultas Hukum Universitas Indonesia.

 

Catatan Redaksi:

Artikel Kolom ini adalah tulisan pribadi Penulis, isinya tidak mewakili pandangan Redaksi Hukumonline

Tags:

Berita Terkait