Profesor Indonesia dalam Pembukaan Rechtshogeschool
Rechtschool

Profesor Indonesia dalam Pembukaan Rechtshogeschool

Sejarah pendidikan hukum di Indonesia sering merujuk pada pendirian Rechtshogeschool di Batavia pada 28 Oktober 1924.

MYS
Bacaan 2 Menit

Ingin menjadi hakim, tapi…
Semula, Hosein hendak mengambil bidang hukum karena ingin menjadi hakim. Namun khawatir akan masa depan pekerjaan adiknya kelak, Pangeran Achmad mengajukan pertanyaan kepada Pemerintah Belanda, apakah warga pribumi bisa menjadi hakim, atau haruskah menjadi warga negara Belanda.

Pertanyaan Pangeran Achmad menjadi perhatian Belanda. Terbukti kemudian, Belanda membentuk suatu komisi yang mempelajari kemungkinan mendirikan sekolah hakim bagi pribumi di Hindia Belanda. Tim ini terdiri dari Hurgronje, van der Swan, dan Mr Koster.

Melalui Besluit Gubernement 9 Desember 1905 –ketika Hoesein sudah di Leiden—menteri jajahan diberi kuasa mengangkat hakim dari kalangan bumiputera. Seperti ditulis dalam biografinya, Hoesein sendiri akhirnya membatalkan minat masuk hukum. Ia memilih bidang bahasa dan sastra.

Hoesein menyelesaikan pendidikannya dengan cumlaude. Karena itu, oleh sejumlah dosen Leiden, ia diminta meneruskan jenjang pendidikan doktor. Akhirnya dengan cumlaude pula pria kelahiran 8 Desember 1886 itu berhasil mempertahankan disertasi Critische Beschouwing van de Sedjarah Banten. Bijdrag ter kenschetsing van de Javaansche Geschiedschrijving (dibukukan menjadi Tinjauan Kritis tentang Sejarah Banten) pada 3 Mei 1913. Ia lulus di bawah bimbingan promotor Snouck Hurgronje. Dengan cumlaude pula!

Profesor Pertama dari Indonesia
Setelah menyelesaian studi di Leiden, Hoesein kembali ke Tanah Air. Ia bekerja di jawatan bahasa. Dalam jabatan itulah Hoesein pernah ditugaskan ke Aceh, dan menghasilkan Kamus Bahasa Aceh dua jilid. ‘Kamus ini merupakan kamus yang terlengkap yang pernah dibuat orang tentang bahasa-bahasa Nusantara hingga kini’. Jilid pertama 1011 halaman, jilid kedua 1349 halaman.

Pada 1916, bidang pekerjaan Hoesein diperluas. Ia diangkat menjadi Komisaris Negara untuk Urusan Bumiputera, yang membuatnya berhubungan dengan G.A.J. Hazeu, dan kemudian R.A Kern. Salah satu bidang yang diurusi Hoesein adalah urusan Islam. Jabatan sebagai ajunct-adviseur untuk urusan bumiputera dijabat Hoesein selama empat tahun, sampai pada saat ia diangkat menjadi Guru Besar RHS. Pengangkatan ini menjadi Hoesein sebagai orang Indonesia pertama yang diangkat sebagai guru besar.

Di RHS, Hoesein memberikan kuliah mengenai Hukum Islam dan Bahasa Melayu, kemudian juga Bahasa Jawa, dan Bahasa Sunda. Saat mengajar di RHS, ada satu cerita tentang ketidaksukaan Prof. Hoesein tentang penggunaan singkatan. Seorang mahasiswa datang ke rumahnya untuk bimbingan. Ketika ditanya darimana, si mahasiswa menjawab RH, karena saat itu Rechthogeschool biasa disingkat RH. Gara-gara menyingkat itu Prof. Hoesein menyuruh si mahasiswa pulang. Kisah ini diceritakan kembali R.A. Partini, isteri Hoesein, kepada penulis biografi suaminya.

Halaman Selanjutnya:
Tags: