Prof Stefan Koos Ungkap Kelemahan Penggunaan AI
Terbaru

Prof Stefan Koos Ungkap Kelemahan Penggunaan AI

Ahli hukum bisnis internasional dan hukum privat dari Bundeswehr University Munich, Jerman ini mengungkap sejumlah kelemahan penggunaan AI dalam beberapa kasus.

Agus Sahbani
Bacaan 3 Menit
Ahli Hukum Bisnis Internasional dan Hukum Privat dari Bundeswehr University Munich, Jerman, Prof. Dr. jur. Stefan Koos saat seminar bertajuk 'Generative AI and Creativity' yang diselenggarkan Prodi Hukum President University. Foto: Istimewa
Ahli Hukum Bisnis Internasional dan Hukum Privat dari Bundeswehr University Munich, Jerman, Prof. Dr. jur. Stefan Koos saat seminar bertajuk 'Generative AI and Creativity' yang diselenggarkan Prodi Hukum President University. Foto: Istimewa

Aktris cantik Scarlett Johansson berang. Ia menggugat Convert Software, perusahaan kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI), karena tanpa izin sudah meng-kloning suaranya untuk kepentingan iklan. Dalam iklan itu, sebagaimana diberitakan banyak media, selama 22 detik Johansson mempromosikan aplikasi AI sebagai penyunting avatar LisaAI:90s Yearbook and Avatar.

Iklan itu menggunakan potongan suara Johansson sebagai Black Widow dalam film Avenger. Suara itu kemudian direkayasa secara digital, sehingga terdengar seperti Johansson tengah mempromosikan aplikasi AI dari Convert Software. AI bukan hanya mampu merekayasa suara, tetapi juga gerak bibir.

Selain itu, akhir Oktober lalu, kita menyaksikan potongan video Presiden Joko Widodo menyampaikan pidato dalam bahasa Mandarin dengan sangat fasih. Video itu konon direkayasa dengan aplikasi deepfake AI. Hasilnya adalah ekspresi, gerak bibir dan ucapan Presiden Jokowi dalam pidato berbahasa Mandarin itu sangat pas.

Baca Juga:

Kantor Kementerian Komunikasi dan Informatika pun sudah membantah dengan menyebut bahwa video tersebut hasil suntingan. Pidato aslinya disampaikan Presiden Jokowi pada tahun 2019, tetapi berkat rekayasa digital dikesankan terjadi baru-baru saja. 

Dari gambaran dua kasus tersebut betapa aplikasi AI sudah berkembang begitu pesat dan canggih. Banyak hal yang semakin bisa direkayasa oleh AI. Bahkan termasuk rekayasa yang melanggar etika dan hukum, sebagaimana terjadi pada dua kasus tersebut. Kasus-kasus lainnya pun berserak di mana-mana. Misalnya, AI digunakan merekayasa gambar seakan-akan terjadi saling tarik menarik antara Donald Trump dengan kepolisian Kota New York, AS.

Materi itulah yang dibahas oleh Program Studi (Prodi) Ilmu Hukum, Fakultas Humaniora, President University (Presuniv), dalam seminar bertopik “Generative AI and Creativity” dengan menghadirkan pembicara Prof. Dr. jur. Stefan Koos, ahli hukum bisnis internasional dan hukum privat dari Bundeswehr University Munich, Jerman, pekan lalu, dalam keterangan tertulisnya,  

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait