Problematika Pengangkatan pensiunan Penegak Hukum Tanpa Proses Magang
Kolom

Problematika Pengangkatan pensiunan Penegak Hukum Tanpa Proses Magang

Pengesampingan ketentuan magang bagi calon advokat purnawirawan penegak hukum, tidak akan menjadi masalah selama advokat purnawirawan mengkhususkan diri untuk menangani perkara sesuai dengan keahlian profesinya semasa bertugas menjadi penegak hukum.

Bacaan 4 Menit

 

Berdasarkan ketentuan tersebut hendaknya advokat senantiasa jujur dan dapat mengukur kemampuan diri dengan menyesuaikan keahliannya terhadap suatu perkara yang hendak ditangani. Bukan lantas menjadi advokat yang enggan atau bahkan tidak pernah menolak perkara dengan alasan ketakutan kehilangan klien.

 

Menurut Penulis pengesampingan ketentuan magang bagi calon advokat purnawirawan penegak hukum, tidak akan menjadi masalah selama advokat purnawirawan mengkhususkan diri untuk menangani perkara sesuai dengan keahlian profesinya semasa bertugas menjadi penegak hukum.

 

Sebagai contoh: seorang purnawirawan penyidik tentu lebih mengerti mengenai hal-hal teknis dalam tahap penyidikan perkara pidana. Namun pengetahuan teknis mengenai penyidikan tidak lantas menjadi jaminan pula bagi yang bersangkutan dalam menyusun pembelaan bagi kliennya dalam tingkat persidangan atau dalam penanganan perkara-perkara perdata.

 

Menjadi advokat yang handal dan berkualitas tentulah membutuhkan waktu dan pengalaman yang cukup. Akan tetapi seberapa lama nilai kecukupan tersebut bagi masing-masing orang tentunya berbeda-beda. Menurut Penulis hal tersebut tergantung dengan kemampuan masing-masing individu si calon advokat.

 

Namun paling tidak UU Advokat sudah memberikan pertimbangan cukup dalam hal ketentuan magang dua tahun bagi seorang calon advokat sebagai salah satu persyaratan mutlak untuk dapat dilantik dan diangkat sumpah menjalankan profesi sebagai advokat.

 

Penulis berharap kiranya penegak hukum yang purnabakti dan kemudian memilih berprofesi sebagai advokat dapat sungguh-sungguh dalam memberikan bantuan hukum berdasarkan hati nurani dan keahliannya. Advokat tersebut juga tidak lantas berpuas diri hanya sekadar menjadi makelar kasus dengan mengandalkan koneksi atau mantan bawahannya tanpa didukung keterampilan untuk memberikan pembelaan kepada kliennya dengan tetap mengutamakan hukum dan keadilan. Sehingga, di masa yang akan datang tidak terjadi lagi malpraktik dari profesi advokat terhadap orang yang mempergunakan jasa hukum.

 

*)Tredi Wibisaka adalah seorang advokat sekaligus Wakil Sekretaris pada Pusat Bantuan Hukum (PBH) PERADI DPC Jakarta Utara

 

Catatan Redaksi:

Artikel Kolom ini adalah tulisan pribadi Penulis, isinya tidak mewakili pandangan Redaksi Hukumonline

Tags:

Berita Terkait