Problem Hukum Upah Proses Pasca Putusan MK
Kolom

Problem Hukum Upah Proses Pasca Putusan MK

Putusan MK yang menyatakan upah proses dalam masa skorsing harus dibayarkan hingga putusan berkekuatan hukum tetap dianggap tidak adil dan memberatkan pengusaha.

Bacaan 2 Menit

 

Jangka waktu enam bulan tersebut sebenarnya lebih tepat karena apabila dibandingkan dengan ketentuan yang diatur oleh UU No 2 tahun 2004 tentang PPHI, yang mengatur waktu bipartit 30 hari kerja, mediasi 30 hari kerja, PHI 50 hari kerja, secara keseluruhan waktu penyelesaian hampir sama dengan lima setengah bulan kalender. Artinya pembayaran upah skorsing untuk jangka waktu enam bulan masih sesuai dengan hukum acara di Pengadilan Hubungan Industrial (PHI).

 

Meskipun demikian dalam praktik pengusaha lebih banyak yang memilih melakukan pembayaran upah skorsing sampai dengan putusan Pengadilan Hubungan Industrial (PHI), dengan mendasarkan kepada ketentuan Pasal 155 ayat (2) UU Ketenagakerjaan. Hal tersebut disebabkan banyak pengalaman pahit yang dialami pengusaha ketika menghentikan atau tidak membayarkan upah selama masa skorsing, sebelum Pengadilan Hubungan Industrial menjatuhkan putusan.

 

Beberapa contoh pengalaman pengusaha yang tidak membayarkan upah skorsing atau upah proses, oleh pekerja dilaporkan ke Kepolisan dengan alasan pengusaha telah melakukan penggelapan atau perbuatan tidak menyenangkan dan lain sebagainya.

 

Kondisi yang konkret membuktikan bahwa proses penyelesaian yang diatur oleh undang-undang waktunya lebih banyak mundur atau lebih dari enam bulan, karena pengusaha yang kurang aktif dalam melakukan proses hukum yang ditentukan oleh undang-undang, atau karena pekerja yang tidak kooperatif. Artinya dalam kurun waktu tersebut pengusaha harus tetap membayarkan upah pekerja. Padahal kerap kali diketahui karyawan yang masih dalam proses skorsing telah diterima bekerja di tempat lain.

 

Putusan Mahkamah Konstitusi

Praktik hukum yang telah berjalan selama ini sesungguhnya masih dapat dimengerti dan diterima oleh pengusaha dan kalangan praktisi. Namun  kondisi tersebut akan berubah dengan adanya Putusan Mahkamah Konstitusi No 37/PUU-IX/2011, tentang permohonan Pengujian UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan terhadap UUD 1945, tanggal 19 September 2011, yang amar putusannya menyatakan:

 

Frasa “belum ditetapkan” dalam Pasal 155 ayat (2) UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai ‘belum berkekuatan hukum tetap’.

 

Dengan putusan tersebut jangka waktu pembayaran upah skorsing atau upah proses terhadap pekerja yang sedang dalam proses pemutusan hubungan kerja (PHK) akan mengalami perubahan. Oleh karena penafsiran Pasal 155 ayat 2 UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, mengenai anak kalimat “belum ditetapkan” harus dimaknai “belum berkekuatan hukum tetap”.

Tags: