Pengertian, Tujuan dan Prinsip Hukum Acara Pidana
Terbaru

Pengertian, Tujuan dan Prinsip Hukum Acara Pidana

Ada 8 prinsip hukum acara pidana, yakni prinsip legalitas, praduga tak bersalah, keterbukaan, hingga akuntabilitas. Berikut selengkapnya.

Tim Hukumonline
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi Pengertian Tujuan dan Prinsip Hukum Acara Pidana. Foto: pexels.com
Ilustrasi Pengertian Tujuan dan Prinsip Hukum Acara Pidana. Foto: pexels.com

Menurut Soesilo (1988), hukum acara pidana adalah hukum yang mengatur tentang cara bagaimana mempertahankan atau menyelenggarakan hukum pidana materiil sehingga memperoleh keputusan hakim dan cara bagaimana putusan itu harus dilakukan.

Adapun tujuan hukum acara pidana menurut Soesilo adalah sebagai wahana untuk menegakkan kebenaran. Terkait ini, para penegak hukum mulai dari polisi, jaksa, hingga hakim dalam menyidik, menuntut, dan mengadili perkara senantiasa harus berdasarkan kebenaran, harus berdasarkan pada hal-hal yang benar-benar terjadi.

Baca juga:

Terkait tujuan hukum acara pidana lebih lanjut, Andi Hamzah menerangkan bahwa tujuan hukum acara pidana adalah mencari dan menemukan kebenaran marial (tujuan antara); dengan tujuan akhir mencapai suatu masyarakat yang tertib, tenteram, damai, adil, dan sejahtera.

Dasar hukum acara pidana Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana atau yang lebih dikenal dengan KUHAP. Diterangkan H. KMS Herman dalam Hukum Acara Pidana di Indonesia, saat ini KUHAP tidak secara khusus mengatur prinsip hukum acara pidana dalam pasal tersendiri, melainkan tersebar dalam peraturan perundang-undangan. Oleh karenanya, untuk mempermudah, berikut rangkuman 8 prinsip hukum acara pidana secara umum.

  1. Prinsip legalitas: prinsip hukum acara pidana ini menyatakan bahwa tidak ada tindakan pidana, kecuali berdasarkan undang-undang yang ditetapkan sebelumnya. Sehubungan dengan ini, tindakan pidana harus memiliki dasar hukum yang jelas dan tidak dapat diterapkan secara retrospektif.
  1. Prinsip praduga tak bersalah: bermakna bahwa setiap orang dianggap tidak bersalah hingga terbukti sebaliknya secara sah oleh pengadilan yang berwenang. Kemudian, terdakwa memiliki hak untuk dianggap tidak bersalah dan tidak boleh diperlukan sebagai orang bersalah sebelum ada putusan pengadilan.
Tags:

Berita Terkait