Presiden Diminta Batalkan R-Perpres Penyelesaian Pelanggaran HAM Berat Non Yudisial
Berita

Presiden Diminta Batalkan R-Perpres Penyelesaian Pelanggaran HAM Berat Non Yudisial

Rencana tersebut menunjukan pengingkaran hak korban dan ketiadaan kemauan politik pemerintah. Bahkan, patut diduga sebagai aksi penyelundupan hukum dalam mengarusutamakan mekanisme non yudisial dalam penanganan pelanggaran HAM berat masa lalu.

Rofiq Hidayat
Bacaan 4 Menit

“Mendesak Presiden Joko Widodo menghentikan pembahasan dan/atau membatalkan dan/atau tidak melanjutkan Pembahasan R-Perpres UKP-PPHB Melalui Mekanisme Non Yudisial.”

Sebelumnya, Anggota Komisi III DPR Arsul Sani mengatakan pemerintah dan pemangku kepentingan masih membahas soal penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat tahun 1960-an dengan mekanisme yudisial (penyelesaian jalur pengadilan, red). Hingga setiap ujung pergantian rezim pemerintahan sejumlah kasus-kasus pelanggaran HAM masa lampau tak juga rampung diselesaikan. Sekalipun hendak mau diselesaikan, para pelakunya pun boleh jadi telah tiada.

“Kalau mau menggunakan sistem peradilan, siapa yang mau diadili? Jangan-jangan namanya sudah jadi nama jalan semua,” kata Arsul Sani dalam rapat kerja dengan Komnas HAM di Komplek Gedung Parlemen, Selasa (6/4/2021). (Baca Juga: Sejumlah Masukan untuk Pengembangan Praktik Pengadilan HAM)

Arsul menilai di tengah kebuntuan dalam penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat masa lalu seharusnya Komnas HAM mencari solusi alternatif, penyelesaiannya menggunakan jalur non yudisial. “Kenapa Komnas HAM tidak sampaikan usulan alternatif penyelesaian non yudisial dalam kasus pelanggaran HAM masa lalu?”

Dia menilai menjadi tidak jelas bila kasus-kasus pelanggaran HAM berat masa lalu terus menggunakan pendekatan yudisial. Seperti kasus pelanggaran HAM berat tahun 1965–1966. Dia pun meragukan pelaku kasus pelanggaran HAM berat masa lampau masih dalam keadaan hidup atau masih sehat. Sekalipun ada, usianya sudah terbilang renta. “Kalau (pelaku) masih hidup apakah layak menjalani proses hukum. Kenapa tidak ada langkah alternatif lain,” usulnya.

Selain itu, belum adanya satu kata sepakat antara Komnas HAM dan Kejaksaan Agung dalam penanganan kasus-kasus pelanggaran HAM berat masa lalu. Seperti hasil penyelidikan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu yang dilakukan oleh Komnas HAM dinilai pihak Kejaksaan Agung belum dapat ditingkatkan ke proses penyidikan.

“Belum ada tik-tok Komnas HAM dengan Kejagung. Yang satu bilang untuk ditingkatkan ke penyidikan, yang satu bilang belum. Saya pikir ini harus ada terobosan,” ujar politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) ini.

Tags:

Berita Terkait