PP Ekonomi Kreatif Perlu Terus Disosialisasikan, Ini Alasannya
Terbaru

PP Ekonomi Kreatif Perlu Terus Disosialisasikan, Ini Alasannya

Untuk meningkatkan awareness atau animo masyarakat terhadap IP (Intellectual Property) itu sendiri tapi juga sosialisasi kepada seluruh stakeholders (terkait skema pembiayaan berbasis IP).

M. Agus Yozami
Bacaan 3 Menit

Adapun yang dimaksud dengan alternatif pembiayaan tersebut adalah layanan pendanaan bersama berbasis teknologi informasi, dan/atau penawaran efek melalui urun dana berbasis teknologi informasi atau lebih dikenal dengan istilah crowdfunding.

PP 24/2022 ini juga menyebutkan sejumlah syarat yang harus dipenuhi pelaku ekraf untuk memperoleh pembiayaan secara mudah dan cepat dalam Pasal 7 dan 8.

Sebelumnya, OJK menyatakan ikut mendukung implementasi amanat PP No.24 Tahun 2022 mengenai penggunaan Kekayaan Intelektual (KI) sebagai agunan dalam penyaluran kredit. Dukungan OJK tercermin dalam sinergi antara OJK dengan lembaga terkait, pelaku ekonomi kreatif (ekraf), dan industri perbankan.

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, menjelaskan bahwa di Indonesia, sektor ekraf diharapkan mampu menjadi kekuatan baru ekonomi nasional berkelanjutan yang menekankan pada penambahan nilai barang lewat daya pikir serta kreativitas manusia. Saat ini ekraf menjadi salah satu katalisator bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia yang dicerminkan melalui kontribusi terhadap PDB dan ekspor nasional.

"Dalam mendukung implementasi KI sebagai agunan kredit, OJK juga telah mengirimkan surat No. S-12/D.03/2022 pada 2 September 2022 kepada seluruh bank umum konvensional. Surat dimaksud merupakan penegasan serta dukungan OJK dalam praktik penggunaan KI sebagai agunan kredit oleh perbankan," kata Dian.

Dijelaskannya, dalam praktik pemberian kredit, perbankan perlu memperhatikan beberapa faktor yang dinilai untuk meyakini itikad dan kemampuan calon debitur, salah satunya agunan. Dalam hal ini, agunan merupakan 1 dari 5 faktor yang perlu dipertimbangkan karena agunan yang diterima merupakan keputusan masing-masing bank berdasarkan penilaian terhadap calon debitur.

Di Indonesia, terdapat ketentuan yang mengatur tentang jenis agunan yang dapat diperhitungkan sebagai pengurang dalam perhitungan Penyisihan Penilaian Kualitas Aset (PPKA) dan persyaratannya. Namun demikian, perhitungan PPKA ini hanya diperuntukkan bagi pengawasan prudensial saja, yaitu untuk membandingkan Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) dengan PPKA dalam perhitungan Permodalan Bank (KPMM). 

"OJK tidak membatasi jenis agunan yang dapat diterima bank, hal ini mengingat agunan merupakan keputusan masing-masing bank berdasarkan penilaian terhadap calon debitur," lanjut Dian.

Tags:

Berita Terkait