Polemik Putusan MA dalam Kasus First Travel
Utama

Polemik Putusan MA dalam Kasus First Travel

YLKI menilai Hakim MA seharusnya membuat putusan terobosan di perkara First Travel. KY beranggapan putusan yang ditetapkan oleh majelis hakim tentang aset First Travel tidak menyalahi, baik secara aturan maupun etik.

Fitri Novia Heriani/Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit

 

Dalam undang-undang yang mengatur tentang tindak pidana pencucian uang (TPPU), kata Jaja, disebutkan bahwa apabila pidana TPPU terbukti, aset yang menjadi barang bukti harus dikembalikan atau disita oleh Negara. Oleh karena itu, keputusan yang diambil oleh hakim secara hukum tidak dapat disalahkan. Meskipun demikian, kata Jaja, seharusnya hakim berani melakukan terobosan dengan melihat fakta-fakta yang ada.


Menurutnya, aset yang disita bukanlah uang negara, melainkan uang rakyat sehingga sudah semestinya dikembalikan kepada rakyat. Dalam hal ini, jemaah yang menjadi korban. Namun, hal tersebut tidak bisa serta-merta dilakukan karena kasus yang awalnya perdata, kemudian berubah menjadi pidana.

 

"Mestinya karena ini bukan uang negara, ini uang rakyat, dari kasus perdata murni asalnya, dari hubungan perjanjian pemberangkatan umrah. Itu 'kan perdata murni asalnya, uang masyarakat, nah, untuk itu uangnya ada, ya, mestinya mengembalikan uang itu kepada rakyat," ucap Jaja.

 

Ia melanjutkan, "Asalnya perdata. Akan tetapi, kemudian menimbulkan pidana karena ada penipuan, ada penggelapan di situ."

 

Sementara, pakar hukum dari Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto Prof. Hibnu Nugroho mengharapkan adanya solusi terbaik terkait dengan aset PT First Travel yang menjadi barang bukti sitaan negara.

 

“Dalam suatu peradilan, suatu barang bukti itu ada dua dimensi. Satu, kembalikan kepada pemilik. Kedua, dirampas untuk negara," katanya seperti dilansir Antara, Selasa (19/11).

 

Total barang sitaan kasus First Travel tercatat sebanyak 820 item, yang 529 di antaranya merupakan aset bernilai ekonomis termasuk uang senilai Rp 1,537 miliar. Menurut Hibnu, barang bukti dirampas untuk negara itu jika merupakan hasil kejahatan atau dirampas untuk dimusnahkan kalau merupakan barang-barang berbahaya.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait