Polemik Dwi Kewarganegaraan Berulang di Kasus Bupati Terpilih Sabu Raijua
Utama

Polemik Dwi Kewarganegaraan Berulang di Kasus Bupati Terpilih Sabu Raijua

Bila benar Orient memiliki dwi kewarganegaraan, sesuai UU Kewarganegaran RI, status WNI yang bersangkutan sebagai syarat pencalonan dalam pilkada, gugur. Sebab, dalam UU Kewarganegaraan itu, Indonesia tidak menganut sistem dwi kewarganegaraan.

Agus Sahbani
Bacaan 5 Menit

Pasal 23 UU Kewarganegaraan RI menyebutkan Warga Negara Indonesia kehilangan kewarganegaraannya jika yang bersangkutan: h. mempunyai paspor atau surat yang bersifat paspor dari negara asing atau surat yang dapat diartikan sebagai tanda kewarganegaraan yang masih berlaku dari negara lain atas namanya.  

Lalu, jika Orient terbukti memalsukan dokumen, kata Titi, Bupati Sabu Raijua terpilih bisa dijerat pidana sesuai Pasal 184 UU No. 1 Tahun 2015 tentang Pilkada. Pasal 84 UU 1/2015 menyebutkan Setiap orang yang dengan sengaja memberikan keterangan yang tidak benar atau menggunakan surat palsu seolah-olah sebagai surat yang sah tentang suatu hal yang diperlukan bagi persyaratan untuk menjadi Calon Gubernur, Calon Bupati, dan Calon Walikota, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36 bulan dan paling lama 72 bulan dan denda paling sedikit Rp36.000.000,00 dan paling banyak Rp72.000.000,00.”      

“Dia (Orient, red) bisa dikenakan Pasal 184. Sebab, bisa jadi dokumen kependudukannya itu dikeluarkan secara resmi oleh Dukcapil, tapi cara dia memperolehnya itu dengan cara yang tidak memenuhi syarat,” katanya.     

Masalah kewarganegaraan ganda ini menjadi persoalan klasik di Indonesia. Sebab, UU Kewarganegaraan RI tidak mengenal dwi kewarganegaraan. Pasal 41 jo Pasal 4 UU Kewarganegaraan RI memberi pengecualian terhadap anak hasil perkawinan campur hingga berusia 18 tahun. Setelah usia 18 tahun atau sudah menikah, anak itu harus memilih kewarganegaraannya, apakah mengikuti kewarganegaraan ayah atau ibunya melalui proses pendaftaran diri kepada pejabat yang berwenang.  

Selama ini upaya yang dilakukan Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia melalukan pengembangan dan penyempurnaan aplikasi kewarganegaraan; penyusunan revisi PP No. 2 Tahun 2007 tentang Tata Cara Permohonan, Kehilangan dan Memperoleh Kembali Kewarganegaraan dengan penyederhanaan persyaratan administrasi, biaya PNBP lebih murah, dan diatur naturalisasi murni.

Kasus kewarganegaraan ganda pada pejabat publik Indonesia pernah terjadi sebelumnya, saat Arcandra Tahar yang diketahui memiliki paspor Amerika Serikat sejak 2012. Hal ini terungkap setelah dia dilantik dan diambil sumpahnya sebagai Menteri ESDM pada Kabinet Kerja Pertama, pada 27 Juli 2016 lalu. Hanya dua pekan, dia menduduki kursi Menteri ESDM sampai akhirnya ia dicabut sebagai menteri ESDM. Kenyataan ini sempat menjadi polemik di ruang publik dan pemberitaan. Kemudian, Tahar dikukuhkan kembali identitas kewarganegaraan Indonesianya dan Oktober 2016 dilantik menjadi Wakil Menteri ESDM.

Tags:

Berita Terkait