PN Jakut Hembuskan ‘Angin Surga' Kebebasan Pers
Gugatan Surat Pembaca

PN Jakut Hembuskan ‘Angin Surga' Kebebasan Pers

Majelis hakim mengabulkan dan sependapat dengan eksepsi tergugat bahwa gugatan bersifat prematur karena semestinya diselesaikan via mekanisme pers terlebih dahulu.

Rzk
Bacaan 2 Menit

 

Di tengah-tengah kondisi yang memprihatinkan, ternyata masih tersisa hembusan ‘angin surga' bagi kalangan pers. Hembusan itu berasal dari PN Jakarta Utara yang menyatakan gugatan PT Duta Pertiwi terhadap Kwee Meng Lian alias Kwee Meng Luan alias Winny tidak dapat diterima (niet ontvankelijk verklaard). Winny adalah satu dari empat orang –tiga orang lainnya adalah Khoe Sengseng, Fifi Tanang, dan Pan Esther- yang digugat oleh Duta Pertiwi gara-gara surat pembaca.

 

Winny cs mengirimkan surat pembaca ke sejumlah media cetak seperti Kompas, Suara Pembaruan, dan Warta Kota karena merasa dikecewakan oleh Duta Pertiwi. Sebagaimana telah diberitakan sebelumnya, perseteruan ini terjadi karena Duta Pertiwi dituding tidak menerangkan secara jujur tentang status tanah ITC Mangga Dua. Winny cs selaku pemilik kios di sana merasa tertipu karena tanah itu ternyata milik Pemerintah Propinsi DKI Jakarta. Padahal, ketika kios itu dibeli Winny cs diberi informasi status tanah tersebut adalah HGB murni, bukan HGB di atas HPL.

 

Tidak hanya mengirim surat pembaca, Winny cs pun melayangkan laporan ke Kepolisian dengan tuduhan telah melakukan delik penipuan. Namun, laporan tersebut kandas seiring dengan diterbitkannya SP3 oleh Kepolisian dengan alasan tidak cukup bukti. Aksi Winny kemudian berujung pada gugatan perdata. Duta Pertiwi menganggap Winny cs melakukan penghinaan atau pencemaran nama baik. Untuk itu, Duta Pertiwi meminta majelis hakim agar Winny dihukum membayar ganti rugi materil dan immateril sebesar Rp11 miliar. Tidak hanya itu, Duta Pertiwi pun meminta sita jaminan terhadap tanah dan bangunan milik tergugat.

 

Pertimbangan Majelis

Dalam putusannya, majelis hakim yang diketuai oleh R. Unggul Warso Murti menyatakan sependapat dengan dalil yang disampaikan tergugat dalam eksepsi, bahwa gugatan bersifat prematur. Pertimbangan majelis juga merujuk pada keterangan ahli Bambang Harymurti, Corporate Editor in Chief Kelompok Tempo Media, bahwa semua berita yang ditulis dan diterbitkan media tunduk pada UU Pers. Maka dari itu, pihak manapun yang merasa keberatan semestinya menggunakan mekanisme hak jawab untuk dimuat pada media yang bersangkutan.

 

Penyelesaian sengketa antara penggugat dan tergugat seharusnya ditempuh melalui mekanisme hak jawab, karena penggugat belum menempuh mekanisme hak jawab maka gugatan penggugat bersifat prematur atau terlalu dini, papar Ketua Majelis.

 

Selanjutnya, majelis juga menyatakan kedudukan penggugat tidak memenuhi syarat sebagai pihak dalam perkara karena yang dilaporkan ke polisi adalah Muktar Widjaja yang kebetulan adalah Wakil Direktur Duta Pertiwi, sebagaimana didalilkan tergugat. Terlebih lagi, dalam surat kuasa penggugat tertanggal 5 Juni 2007, nama Muktar tidak termasuk sebagai pihak pemberi kuasa. Dengan dikabulkannya eksepsi tergugat, maka majelis menyatakan gugatan rekonpensi pun tidak dapat diterima.

 

Kabar Gembira

Seusai pembacaan putusan, kuasa hukum tergugat dari LBH Pers menyatakan menyambut baik putusan majelis. Hendrayana, Direktur Eksekutif LBH Pers, memandang putusan ini sebagai kabar gembira bagi kebebasan pers. Pertimbangan majelis yang mengakui keberadaan UU Pers, menurutnya, membuktikan bahwa ternyata lembaga peradilan bukanlah kuburan bagi pers seperti yang selama ini dipersepsikan sejumlah kalangan.

Tags: