Pimred Tabloid ‘Investigasi' Didakwa Mencemarkan Nama Baik
Berita

Pimred Tabloid ‘Investigasi' Didakwa Mencemarkan Nama Baik

UU Pers dan KUHP dipakai sekaligus untuk menjerat terdakwa.

IHW
Bacaan 2 Menit
Pimred Tabloid ‘Investigasi' Didakwa Mencemarkan Nama Baik
Hukumonline

 

Dijelaskan Robert, bentuk penyerangan kehormatan dan nama baik yang dilakukan Eddy terlihat dalam beberapa halaman dari tabloid edisi tersebut, antara lain sampul depan, halaman 4 Editorial alinea ke-8, alinea ke-9, halaman 10, halaman 11 alinea ke-14 dan halaman 11 alinea ke-15.

 

Singkatnya, 'dosa' Eddy kepada Ismeth menurut JPU adalah pemberitaan mengenai kepiawaian Ismeth dalam membina hubungan dengan jajaran pejabat pemerintah, DPR, aparat penegak hukum hingga wartawan sehingga pada saat Ismeth menjabat sebagai Kepala Otorita Batam pada kurun waktu 1998-2005 jarang terdengar cerita miring tentang Ismeth terutama menyangkut tudingan korupsi.

 

Tidak hanya itu, menurut JPU, pemberitaan yang dilakukan 'Investigasi' perihal perilaku Ismeth yang mengobral dana kas otorita Batam yang mencapai ratusan milyar juga dianggap sebagai sebuah pencemaran nama baik.

 

Bahkan pemberitaan 'Investigasi' mengenai dugaan penyuapan yang dilakukan Ismeth kepada sejumlah orang di sekeliling Presiden dan Setneg agar ditunjuk sebagai 'Mubaligh' atau penceramah dalam peringatan Isra Mi'raj pada tahun 2002 lalu di Masjid Istqlal Jakarta, juga dikualifisir sebagai sebuah penyerangan kehormatan.

 

Perbuatan terdakwa tersebut sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 311 Ayat (1) Jo. Pasal 316 KUHP, Robert menjelaskan dasar dakwaan pertama primairnya. Sedangkan dalam dakwaan pertama subsidair, dimana uraian perbuatannya hampir sama dengan dakwaan pertama primair, terdakwa dijerat oleh Pasal 310 Ayat (2) jo Pasal 316 KUHP.

 

Penasehat hukum terdakwa Dumoli Siahaan yang ditemui hukumonline selepas persidangan, menilai dakwaan JPU bertentangan dengan hukum. Karena undang-undang menjelaskan bahwa peran serta masyarakat dibolehkan dalam pemberantasan tindak pidana korupsi. Unsur masyarakat disini termasuk juga media massa, jelasnya.

 

Dihubungkan dengan perkara ini, Dumoli menambahkan, kualitas Ismeth dalam dakwaan adalah sebagai Kepala Otorita. Sebagai seorang pejabat, bukan sebagai pribadi. Jadi sebagai masyarakat, berhak berpartisipasi dalam hal ditemukan dugaan tindak pidana korupsi. Jadi aneh jika masyarakat yang mengungkap masalah (dugaan korupsi) itu kemudian dituntut karena telah mencemarkan nama baik, tuturnya.

 

Lebih jauh Dumoli membandingkan, Perseteruan antara Presiden SBY dengan Zaenal Ma'arif misalnya. Karena tuduhan Ma'arif lebih kepada pribadi SBY dan bukan dalam kapasitasnya sebagai seorang Presiden, maka itu adalah pencemaran nama baik.

 

Dijerat juga dengan UU Pers

Sementara dalam dakwaan kedua, Eddy selaku Pimred didakwa telah memberitakan peristiwa dan opini dengan tidak menghormati norma-norma agama dan rasa kesusilaan masyarakat serta asas praduga tidak bersalah.

 

Pemberitaan Tabloid Investigasi seputar dugaan penyuapan saksi Ismeth untuk mendapatkan jabatan Mubaligh, menurut JPU telah melanggar norma-norma agama. Seolah-olah jabatan Mubaligh dapat diperoleh dengan cara menyuap. Padahal Mubaligh dalam pandangan agama Islam adalah orang alim yang taat beribadah dan menyampaikan serta mengajarkan agama Islam, tutur Martha, anggota JPU yang lain.

 

Tidak hanya itu, menurut Martha, pemberitaan Tabloid Investigasi yang seolah-olah memberitakan bahwa Ismeth telah melakukan tindak pidana korupsi, merupakan pemberitaan yang bersifat menghakimi dan menyimpulkan kesalahan Ismeth. Bahwa akibat pemberitaan itu, saksi Ismeth dan seluruh anggota keluarganya telah dicemari nama baik dan kehormatannya, seolah-olah saksi telah dihukum sebagai seorang koruptor dan melakukan suap untuk menjadi seorang Mubaligh, Martha menandaskan.

 

Oleh karena itu, JPU mengganjar Eddy dengan ancaman pidana sebagaimana terdapat di dalam Pasal 18 Ayat (2) jo. Pasal 5 Ayat (1) UU No 40 Tahun 1999 tentang Pers dimana ancaman pidananya adalah denda maksimal RP500 juta.

 

Terhadap dakwaan ini, Dumoli menyayangkan sikap JPU yang terkesan tidak mengerti dan memahami keberadaan UU Pers. Kalau saya lihat sebenarnya dakwaan JPU tidak pas. Seharusnya undang-undang pers dipandang sebagai lex specialis, jadi pasal KUHP tidak perlu dicantumkan, Dumoli berujar.

 

Dumoli berpendapat demikian karena JPU mendakwa Eddy dalam kapasitasnya sebagai Pimred yang menjalankan profesi jurnalistiknya. Sama misalnya dengan profesi advokat ketika dalam membacakan eksepsi maupun pleidoinya, menyerang kehormatan pihak jaksa kan tidak bisa dituntut. Ada semacam kekebalan. Untuk media, kekebalannya ada ketika menjalankan tugas jurnalistiknya, Dumoli menguraikan.

 

Sementara itu, Rudy Satryo pengajar hukum dan media massa yang dihubungi hukumonline menyesalkan tindakan JPU yang tetap mencantumkan pasal KUHP di dalam dakwaan. Harusnya jaksa lebih teliti dalam menerapkan aturan hukum. Sepanjang menyangkut tindak pidana yang menyangkut pers, harusnya digunakan undang-undang pers. Bukan KUHP, terang Rudy.

 

Saat disinggung mengenai keberadaan penjelasan Pasal 12 UU Pers yang mana disebutkan bahwa sepanjang menyangkut pertanggungjawaban pidana menganut ketentuan perundang-undangan yang berlaku, Rudy menjelaskan, Penjelasan pasal itu mengatur mengenai siapa pihak dalam suatu perusahaan pers yang harus bertanggung jawab dihubungkan dengan undang-undang terkait misalnya undang-undang-undang PT (Perseroan Terbatas, red) yang menyebutkan bahwa yang bertindak mewakili perusahaan adalah direksi misalnya, pungkasnya.

 

Mungkin Eddy Sumarsono tidak pernah membayangkan dirinya akan duduk di kursi pesakitan. Tapi itulah kenyataan yang harus dihadapinya saat ini. Pemimpin Redaksi (Pimred) tabloid ‘Investigasi' itu kini dihadapkan sebagai terdakwa di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan dengan tuduhan telah mencemarkan nama baik Ismeth Abdullah melalui pemberitaan yang terdapat di dalam media yang dia pimpin.

 

Persidangan terhadap Eddy sendiri baru dimulai Rabu (1/8) di PN Jakarta Selatan dengan agenda pembacaan dakwaan oleh jaksa penuntut umum (JPU). Dalam persidangan itu, I Ketut Manika bertindak selaku ketua majelis hakim.

 

Koordinator tim JPU Roberth M. Tacoy di dalam dakwaannya menyatakan, isi berita tabloid ‘Investigasi' terbitan 17-30 Agustus 2006 lalu telah menyerang kehormatan dan mencemarkan nama baik Ismeth Abdullah selaku Kepala Otorita Batam.

 

Terdakwa Eddy Sumarsono telah menyerang kehormatan atau nama baik saksi Ismeth Abdullah, selaku Kepala Otorita Batam, dengan menulis dan memuat berita yang tidak benar dalam Tabloid Investigasi edisi 11/Thn.1/ 17-30 Agustus 2006, Robert memaparkan.

Tags: