Perusahaan Pailit, Hak Buruh Tetap Didahulukan
Berita

Perusahaan Pailit, Hak Buruh Tetap Didahulukan

Pemerintah berdalih argumentasi pemohon hanya persoalan penerapan norma.

ASH
Bacaan 2 Menit

Jadi, lanjut Irianto, khusus hak upah buruh mendapatkan posisi yang lebih tinggi daripada kreditor konkuren dan separatis, kecuali atas hak kebendaan berupa hak gadai dan hipotik, kreditor separatis didahulukan pelunasannya daripada kreditor preferen. Hal itu dijamin Pasal 1134 ayat (2) KUHPer.         

“Tetapi dalam praktik, jika perusahaan pailit, perhitungan hak-hak buruh sesuai UU Ketenagakerjaan, setelah itu Ketua Pengadilan Niaga akan menentukan urutan pembayaran utang para kreditor,” katanya.

Permohonan lain
Sementara perkara No. 69/PUU-XI/2013 yang dimohonkan pengurus FSPMI Pasuruan, Jazuli atas uji materi Pasal 160 ayat (3) dan (7) serta Pasal 162 ayat (1) dan (2) UU Ketenagakerjaan, pemerintah menilai ketentuan itu sudah cukup seimbang dan adil. Menurut pemerintah ada wajar jika buruh yang ditahan karena melakukan tindak pidana melebihi 6 bulan, pengusaha berhak mem-PHK-nya seperti diatur Pasal 160 ayat (3), (7) UU Ketenagakerjaan.

Soalnya, penahanan yang relatif lama (6 bulan), pengusaha telah dibebani kewajiban memberikan bantuan kepada keluarganya dan tidak berhak memberi pesangon kepada buruh jika di-PHK. Sementara buruh yang ditahan tak dapat bekerja sebagai kontra prestasi. Hal ini pengecualian dari prinsip no work no pay, walau nilai bantuannya terbatas dan hanya 6 bulan.

“Pasal itu telah memberikan perlindungan dan keseimbangan terhadap buruh yang tersangkut perkara pidana,” lanjut Irianto.

Sedangkan Pasal 162 ayat (1), (2) UU Ketenagakerjaan sudah pernah dimohonkan pengujian dengan No. 61/PUU-XI/2010. Putusannya, menolak permohonan pemohon, sehingga tuntutan pemohon agar buruh yang mengundurkan diri diberikan hak pesangon tidak dikabulkan.

”Karenanya, sepanjang pengujian Pasal 162 ayat (1), (2) nebis in idem. Pasal 160 ayat (3), (7), Pasal 162 ayat (1), (2) UU Ketenagakerjaan tidak bertentangan dengan UUD 1945,” tegasnya.

Dalam permohonan, Jazuli meminta MK agar Pasal 160 ayat (7) dinyatakan inkonstitusional bersyarat sepanjang dimaknai mewajibkan pengusaha untuk membayar  satu kali uang pesangon, penghargaan masa kerja, dan penggantian hak kepada pekerja yang di-PHK dengan alasan kesalahan berat (pidana).

Sedangkan dalam Pasal 162 ayat (1) dinyatakan inkonstitusional bersyarat sepanjang dimaknai mewajibkan pengusaha untuk membayar uang pesangon dua kali ketentuan Pasal 156 dan uang penghargaan masa kerja dan penggantian hak kepada buruh yang mengundurkan diri. 

Tags: