Pertimbangan Business Judgment Rules di Putusan Jiwasraya
Berita

Pertimbangan Business Judgment Rules di Putusan Jiwasraya

​​​​​​​Tiga direksi Jiwasraya mendalilkan BJR dalam pledoi mereka, namun majelis menganggap perbuatan mereka tidak masuk kategori BJR.

Aji Prasetyo
Bacaan 5 Menit

Selanjutnya berdasarkan keterangan ahli Prof Nidyo Pramono, iktikad terdiri dari dua yaitu iktikad baik subjektif dan obyektif. Untuk subyektif diukur dari sikap batin orang yang akan melakukan keputusan atau tindakan investasi, kalau itu satu perusahaan maka tentunya dilakukan direksi untuk kepentingan perusahaan dan tidak untuk maksud kepentingan orang lain atau pribadi. Sementara iktikad baik obyektif diukur di komunitas usaha sejenis akan sama pengambilan keputusan investasi apakah dalam pengambilan keputusan itu mempertimbangkan peraturan internal anggaran dasar dan Good Corporate Government.

Menyerahkan pengelolaan ke swasta

Sementara para terdakwa dianggap telah terbukti bekerjasama dalam pengelolaan 21 reksadana pada 13 Manajer Investasi yang telah mengakibatkan kerugian keuangan negara. Pertama mengenai pengelolaan Jiwasraya yang diberikan kepada Benny Tjokro, Heru Hidayat melalui Joko Hartono yang meliputi sejumlah hal, yaitu kesepakatan asuransi jiwasraya dengan pihak swasta dan kontrak pengelolaan dana antara 2008 – 2018 dilakukan rapat komite investasi dan dilakukan beauty contest untuk pemilihan majaner investasi.

“Namun pada kenyatannya Terdakwa Hary Prasetyo melakukan penunjukan langsung pada empat manajer investasi yakni PT AAA Sekuritas, PT Batavia Prosperindo Aset manajemen, PT Dana Reksa Investment Management dan PT Trimegah Sekuritas sebagai Manajer Investasi yang bekerjasama dengan PT Asuransi Jiwasraya,” jelas majelis.

Kemudian direksi Jiwasraya melalui Hary Prasetyo selaku Direktur Keuangan membuat arahan investasi di antaranya mengubah portofolio saham yang dimiliki Jiwasraya pada akhirnya saham bluechip yang merupakan saham BUMN yang dimiliki Jiwasraya dimasukkan dalam empat MI melalui aset settlement. Pada Mei 2008 Hendrisman Rahim melalui terdakwa Hary Prasetyo membuat kesepakatan bersama dengan Heru Hidayat dan Joko Hartono Tirto, kesepakatan tersebut memberikan pengelolaan saham sepenuhnya kepada Heru Hidayat melalui Joko Hartono dengan syarat Heru Hidayat kewajiban menjaga nilai aktiva bersih porto folio saham.

Selanjutnya Mei 2008 pada pertemuan antara Hary dan Joko Hartono, dan pada pertemuan itu Joko menyampaikan kepada Hary untuk membuka akun di HD Capital dan meminta agar Jiwasraya melakukan pembelian saham yang berisiko tinggi yaitu membeli saham PT Inti Agri Resources dan PT Trada Alam Mineral yang dimiliki Heru Hidayat yang merupakan saham kinerja buruk dan tidak liquid 45.

Aset settlement itu dinilai berdasarkan harga perolehan sejumlah Rp411 miliar ditambah uang tunai Rp75 miliar sehingga saham-saham AJS jadi kepemilikan indirect karena pengelolaannya melalui Manajer Investasi kontrak pengelolaan dana tersebut dikelola Treasurefund Investment, MI yang dikendalikan Heru Hidayat. (Baca: Tuntutan Maksimal Para Mantan Petinggi Jiwasraya)

Dan pada September 2008 hasil kontrak pengelolaan dana tersebut dikembalikan ke AJS dan portfolio komposisi saham berubah dari 90 persen saham bluechip diganti dengan saham dengan kinerja buruk diantaranya milik Heru Hidayat saham IIKP dan TRAM. “Pembelian saham kinerja buruk dan memiliki resiko tinggi tanpa Analisa investasi yang memadai dan nota intern kantor pusat sebagai salah satu syarat dan pedoman investasi AJS hanya dibuat secara performa tanpa memenuhi formalitas tanpa dibuat kajian dan analisis yang mendalam,” terang majelis.

Tags:

Berita Terkait