Persoalan TKI Cermin Bobroknya Manajemen Dalam Negeri
Berita

Persoalan TKI Cermin Bobroknya Manajemen Dalam Negeri

Secara de facto, UU No 39 Tahun 2004 lebih banyak mengatur bisnis penempatan TKI dibanding mengatur perlindungan yang substansial bagi TKI.

Yoz
Bacaan 2 Menit

 

Undang-Undang tersebut juga masih mengatur pengenaan kewajiban terhadap subyek hukum asing. Menurut Aloysius, pasal yang mengatur demikian tidak akan efektif. Belum adanya ketentuan mengenai larangan terhadap pegawai atau pejabat Kementerian Tenaga kerja, Kementerian Luar Negeri, dan Kementerian Hukum dan HAM yang aktif atau sudah mantan melakukan bisnis penempatan TKI ke luar negeri, juga menyebabkan ketidakefektivan hukum.  

 

“Memang ini tidak secara langsung mengakibatkan persoalan-persoalan TKI muncul. Tapi paling tidak, kehadiran mereka akan menimbulkan masalah,” terang Aloysius.

 

Tidak Menjawab Persoalan

Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (APJATI), Nurfaizi, menjelaskan hingga saat ini, terdapat berbagai permasalahan yang melingkupi proses penempatan serta perlindungan TKI. Hal itu disebabkan lemahnya pengamalan dari UU No 39 Tahun 2004 beserta peraturan-peraturan pelaksanaannya.    

 

Menurut Nurfaizi, UU No 39 Tahun 2004 tidak dapat menjawab berbagai persoalan dalam proses penempatan dan perlindungan TKI karena tidak mengejewantahkan berbagai aspek, yaitu aspek idiologis filosofis, aspek pragmatis sosial ekonomi, aspek demokratis politis, dan aspek yuridis.

 

“Bagi calon TKI atau TKI dan PPTKIS, eksistensi persamaan kedudukan secara hukum dihadapan pemerintahan negara tidak mendapat jaminan sepenuhnya,” ujarnya.

 

APJATI juga menyoroti adanya dualisme peran antara Kemenakertrans dengan BNP2TKI. Dikatakan Nurfaizi, dalam UU No 30 tahun 2006, Pasal 94 sampai Pasal 99 telah mengakibatkan dualisme tersebut. Di satu pihak Kemenakertrans memiliki kewenangan untuk menetapkan kebijakan di bidang penempatan TKI di luar negeri, di pihak lain BNP2TKI juga memiliki fungsi dan peran yang sama (Pasal 95 ayat 1 BNP2TKI memiliki fungsi “Pelaksanaan Kebijakan”).

 

Hal lain yang dikritisi Nurfaizi adalah soal ketentuan perlindungan TKI yang belum konkrit dan belum menyeluruh. Menurutnya, Pasal 77 yang mengatur mengenai perlindungan pada pra penempatan, masa penempatan sampai dengan purna penempatan, tidak berjalan optimal.

Tags: