Perppu Tidak Terbit Jelang Revisi UU KPK Berlaku, Benarkah Presiden Tersandera?
Berita

Perppu Tidak Terbit Jelang Revisi UU KPK Berlaku, Benarkah Presiden Tersandera?

Ada ketakutan terhadap kekuatan partai politik.

Moh. Dani Pratama Huzaini
Bacaan 2 Menit

Penyebabnya, menurut Jerry Sumampouw, peran partai politik yang sangat kuat terhadap anggotanya yang hari ini menjadi wakil rakyat di parlemen. Jerry menilai, meskipun banyak pula wajah baru yang seharusnya membawa semangat baru di parlemen, tidak akan mampu mewarnai kultur insitusi parlemen yang Selama ini dikuasai oleh partai politik. Bahkan ia menyebutkan, tidak ada anggota DPR baru yang berani mengambil agenda berbeda dengan agenda partai politiknya. “Mestinya mereka berani kerena mereka dipilih langsung oleh rakyat. Jadi mestinya mekanisme pemilu kemaren membuat mereka lebih percaya diri untuk berbeda dengan agenda parpol,” ujar Jerry.

Direktur Eksekutif Formappi, Made Leo Wiratma menyebutkan, dalam rangka pengawasan kelembagaan DPR, mestinya Mahkamah Kehormatan Dewan dapat menjalankan fungsinya secara maksimal. Namun nyatanya, MKD sendiri sampai sekarang tidak terlalu berfungsi. Hal ini menurut Made terlihat dari kekuasaan DPR hari ini yang sangatlah besar. Situasi yang terbalik ketika DPR menyuarakan pentingnya lembaga lain berada dalam pengawasan, malah tidak berlaku dengan lembaga DPR.

Made menyinggung tujuan dengan adanya rencana amandemen UUD sebagai bentuk dari upaya DPR untuk meletakkan diri semakin lebih kuat dari hari ini. “Ini mencerminkan DPR kita masih ingin mengambil power yang lain sehingga menjadi semakin kuat. Dengan GBHN mereka bisa menentukan haluan negara mau dibawa kemana. Presiden jadi tersandera dengan GBHN. Oleh karena itu DPR selalu mau jalan sendiri karena tidak bisa diawasi,” ungkap Made.

Peneliti dari Lembaga Survey Indoenesia, Sirajudin Abbas mengungkapkan situasi yang mungkin terlupakan oleh pihak luar ketika melihat DPR secara kelembagaan. Meskipun ia menilai harapan publik yang begitu besar merupakan suatu hal yang wajar karena kewenangan DPR yang begitu besar, Sirajudin menyebutkan bahwa fakta insitusi DPR maupun lembaga kepresidenan merupakan insitusi yang sulit dimengerti oleh publik terutama secara politik.

“Ada hirarki dan otoritas yang selama ini sudah ada. Jika anggota (DPR) baru tidak mengerti hal ini bisa dipastikan mereka frustrasi dan bingung sehingga mereka memilih dan menyatu dengan budaya kerja yang selama ini sudah dipelihara sekian lama,” terang Sirajudin.  

Secara kultur institusi, Sirajudin mengungkapkan kesulitan jika publik menaruh harapan kepada anggota DPR RI, bahkan termasuk anggota-anggota yang baru bergabung. Ia menilai tidak akan terjadi perubahan sepanjang kultur kelembagaan DPR tidak berubah. Sayangnya, hal ini ikut dipengaruhi oleh kultur partai politik yang berada di DPR dalam bentuk fraksi-fraksi.  

Tags:

Berita Terkait