Perppu Ormas Dinilai Picu Penyalahgunaan Kekuasaan Pemerintah
Berita

Perppu Ormas Dinilai Picu Penyalahgunaan Kekuasaan Pemerintah

Terutama mengancam kebebasan berekspresi, berkumpul dan berserikat.

Fathan Qorib
Bacaan 2 Menit
“Padahal, proses itu penting untuk menjamin prinsip due process of law yang memberikan ruang kepada ormas untuk membela diri dan memberikan kesempatan bagi hakim untuk mendengar argumentasi para pihak berperkara secara adil. Mekanisme ini juga mencegah terjadinya kesewenang-wenangan pemerintah dalam membubarkan ormas,” tulis PSHK, Kamis (13/7).
Bahkan, ketentuan dalam Perppu Ormas yang memungkinkan penjatuhan sanksi pidana terhadap setiap orang yang menjadi pengurus atau anggota ormas apabila ormasnya melakukan pelanggaran turut dikritisi PSHK. Ketentuan itu memungkinkan negara untuk  menghukum orang bukan karena tindakan pidana yang dilakukan, melainkan karena status keanggotaan di dalam sebuah ormas. Situasi tersebut berpotensi melanggar kebebasan berserikat warga negara yang telah dijamin oleh Konstitusi.
Meski begitu PSHK sepakat seluruh elemen masyarakat untuk mendukung semangat untuk menjaga falsafah Pancasila dan UUD 1945. Namun, dukungan itu harus sesuai koridor hukum. Pengaturan penjatuhan sanksi terhadap ormas dan adanya pemidanaan yang tidak proposional akan membangkitkan sifat represif negara.
Atas dasar itu, PSHK mendorong DPR untuk menolak Perppu No. 2 Tahun 2017 dalam masa sidang berikutnya. Sejalan dengan itu, PSHK juga mendorong kalangan masyarakat sipil untuk mengajukan permohonan pengujian Perppu Ormas ke Mahkamah Konstitusi tanpa perlu menunggu proses pembahasan Perppu Ormas di DPR.
Penolakan terhadap Perppu juga diutarakan Pusat Studi Kebijakan Negara Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran (PSKN FH UNPAD). Dalam siaran persnya, Ketua PSKN FH UNPAD Indra Perwira mengatakan, Perppu Ormas tidak memenuhi syarat konstitusional dan bahkan mengancam demokrasi.
Ia menilai penerbitan Perppu Ormas tidak memenuhi unsur ihwal kegentingan yang memaksa sebagaimana diatur dalam Pasal 22 UUD 1945 dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 38/PU-VII/2009. “Dalam hal ini PSKN berpendapat bahwa Pemerintah tidak memiliki hambatan-hambatan yang nyata untuk mengubah UU Ormas melalui prosedur yang normal,” katanya.

(Baca: Perppu Ormas Dinilai Tidak Penuhi Syarat Kegentingan yang Memaksa)
Secara substansial, Perppu Ormas juga melakukan pembatasan-pembatasan terhadap hak berserikat dan hak berpendapat. Perppu tersebut juga menghilngkan kewenangan pengadilan untuk menilai tindakan ormas dan mengukuhkan tindakan represif pemerintah. Atas dasar itu, Perppu Ormas berpotensi melanggar prinsip due process of law yang menjadi prinsip dasar dari konsep negara hukum.
Tags:

Berita Terkait