Perpecahan Advokat Berbuntut Aksi 'Lompat Pagar'
Berita

Perpecahan Advokat Berbuntut Aksi 'Lompat Pagar'

KAI mengaku menerapkan prinsip seleksi yang ketat bagi calon advokat baru. Untuk advokat lama, KAI mengaku tidak memiliki kapasitas untuk meneliti rekam jejak calon anggotanya.

IHW/Ali/M-1
Bacaan 2 Menit
Perpecahan Advokat Berbuntut Aksi 'Lompat Pagar'
Hukumonline

Perpecahan suatu organisasi tak selamanya membawa petaka. Terkadang kehadiran dua atau tiga organisasi membawa 'manfaat' bagi anggotanya. Setidaknya, anggota bisa memilih suatu organisasi yang sesuai dengan pilihan. Jika merasa tak cocok dengan visi, misi, strategi dan taktik satu organisasi, bisa memilih organisasi lain.

 

Demikian pula yang terjadi dalam perpecahan organisasi advokat. Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) dan Kongres Advokat Indonesia (KAI) saling mengklaim sebagai satu-satunya wadah tunggal profesi advokat. Saat friksi antara keduanya begitu tajam dan jalan perdamaian tak kunjung muncul, sejauh ini PERADI dan KKAI memilih jalan masing-masing.

 

Bagi para advokat, kondisi perpecahan organisasi bisa jadi disikapi secara beragam. Di satu sisi, pandangan skeptis mengenai tidak mungkinnya dunia advokat bersatu akan semakin menguat. Seolah organisasi advokat hidup dalam takdir yang kusut. Di sisi lain, boleh jadi ada sebagian advokat dan calon advokat yang merasa diuntungkan dengan kondisi ini. Diuntungkan karena mereka bisa memilih organisasi yang sesuai suara hati dan kepentingannya.

 

Saya nanti mau ikut ujian KAI aja. Kabarnya lebih mudah, murah tapi tetap berkualitas. Pokoknya nggak akan merugikan calon advokat seperti kita ini, pengakuan seorang pengurus serikat buruh kepada hukumonline selepas mengikuti pendidikan profesi advokat di Bekasi, dua bulan lalu. Ia lebih memilih KAI dari sudut pandang peluang kelulusan ujian advokat.

 

Ah kalau gue tetep ke PERADI aja. Bukan apa-apa. Yang duluan ada kan PERADI. Artinya eksistensi PERADI lebih kuat ketimbang KAI. Lagi pula siapa yang menjamin kalau KAI akan bertahan lama? timpal seorang peserta pendidikan profesi advokat yang lain. Ia lebih memilih PERADI lantaran eksistensinya yang lebih dulu diakui oleh instansi penegak hukum dan masyarakat umum.

 

Lompat Pagar

Keragaman organisasi profesi advokat berdampak pada banyaknya pilihan bagi calon anggota. Namun, belakangan muncul isu miring seputar keberadaan dua buah wadah tunggal profesi advokat ini. Apalagi kalau bukan soal 'lompat pagarnya' beberapa advokat karena tersandung masalah di organisasinya.

 

Masih hangat di benak kita bagaimana Todung Mulya Lubis, seorang advokat senior, yang dijatuhi sanksi pencabutan izin oleh Dewan Kehormatan PERADI DKI Jakarta. Ia dianggap melakukan pelanggaran berat kode etik advokat. Alih-alih menyatakan keberatan atas putusan itu ke PERADI Pusat, Todung malah melayangkan proses bandingnya ke Dewan Kehormatan adhoc KAI. Tak lama kemudian, Todung diketahui memiliki jabatan baru di KAI, yaitu sebagai Wakil Presiden KAI.

 

Selain Todung, ada beberapa advokat senior lain yang 'hijrah' ke KAI. Sebut saja Adnan Buyung Nasution yang didapuk sebagai Honorary of Chairman dan O.C Kaligis sebagai Board of Trustees atau Frans Hendra Winarta yang dipercaya sebagai Dewan Kehormatan. Tak ketinggalan advokat kawakan M. Assegaf sebagai Board of Trustees. Nah, nama orang terakhir adalah advokat yang dijatuhi sanksi teguran keras oleh Dewan Kehormatan PERADI DKI Jakarta.

 

Fenomena 'lompat pagar' tak hanya menjangkit di kalangan advokat senior. Ada beberapa advokat junior yang juga berpindah organisasi dari PERADI ke KAI. Salah satunya adalah Reno Iskandarsyah. Sekretaris Jenderal PERADI, Harry Ponto membenarkan perpindahan advokat muda itu dari PERADI ke KAI.

 

Harry Ponto menuturkan, PERADI sedianya mengundang Reno Iskandarsyah untuk mengklarifikasi posisinya dalam kasus jaksa Urip Tri Gunawan kepada kliennya, Glenn Yusuf. Glenn adalah mantan Ketua BPPN. Tapi dia (Reno, red) tidak datang. Alasannya adalah dia sudah menyatakan diri ke KAI, bukan PERADI.

 

Awalnya, lanjut Harry, PERADI hanya bermaksud meminta klarifikasi saja. Sehubungan dengan pemberitaan segala macam terhadap dirinya, karena pengawasan itu merupakan bagian dari tugas PERADI. Kalau dia menyatakan keluar dari PERADI, sudah tak jadi kewenangan kami lagi, ujar Harry Ponto.

 

Dihubungi terpisah, Roberto Hutagalung, Sekjen KAI mengaku masih perlu melihat data administrasi keanggotaan KAI terlebih dulu. Anggota KAI sudah cukup banyak. Saya pribadi tidak mengenal dia (Reno, red). Nanti kita cek dulu, ungkap Roberto via telepon, Jumat (12/9).

 

Kepada hukumonline, Reno mengakui kalau dirinya sudah bergabung dengan KAI. Lagi pula, HAPI (Himpunan Advokat dan Pengacara Indonesia), organisasi tempatnya bernaung, kata Reno, sudah menggabungkan diri ke KAI.

 

Suhardi Soemomoeljono, pengurus teras HAPI membenarkan bahwa secara teknis organisatoris, HAPI sudah melebur ke KAI. Meski demikian, secara yuridis organisasional, HAPI baru akan membahasnya di dalam kongres HAPI. Lebih jauh Suhardi menjelaskan kalau HAPI akan memberikan pembelaan kepada anggotanya yang melanggar kode etik. Baik di PERADI, maupun di KAI, ucapnya.

 

Fenomena 'lompat pagar' yang dilakukan sejumlah advokat, amat disayangkan oleh Harry Ponto. Menurutnya, di tengah keseriusan PERADI untuk menegakkan profesi advokat sebagai profesi mulia dan terhormat (officium nobile), justru tidak didukung oleh advokat yang bersangkutan. Ketika hendak diberikan sanksi atau pembinaan, advokat bersangkutan malah 'kabur'.

 

Lebih khusus Harry juga menyalahkan sikap para punggawa KAI. Bagi dia, jika KAI tidak terbentuk KAI, maka tidak akan ada 'tempat pelarian' bagi para advokat yang bermasalah. Itulah antara lain permasalahan yang dibuat oleh teman-teman sendiri, cetusnya.

 

Pernyataan Harry terang dibantah Roberto. KAI bukan tempat pelarian advokat bermasalah, sergahnya. Roberto malah menuding balik PERADI yang justru menimbulkan masalah. Mengenai kasus yang menimpa Todung misalnya. Ia menyatakan kasus Todung adalah bentuk ketidakbecusan PERADI dalam mengurus anggota dan organisasinya. Kok seorang advokat senior yang berpraktik puluhan tahun dihukum oleh advokat yang baru lima tahun berpraktik?

 

Dalam melakukan rekrutmen advokat sekaligus anggota, KAI tidak asal merekrut. Ujian advokat yang kami selenggarakan beberapa waktu lalu sudah sesuai dengan standar internasional. Prosentase kelulusannya 70 persen. Jadi tidak benar kalau ujian di KAI lebih dimudahkan supaya bisa merekrut banyak anggota, papar Roberto.

 

Khusus untuk advokat yang sudah terlebih dulu tergabung dengan PERADI, KAI tidak mempersulit jika ingin bergabung. Cukup menunjukan kalau dia sudah punya kartu advokat, baik yang oleh SK Pengadilan Tinggi atau PERADI, jelas Roberto.

 

KAI, kata dia, tidak memiliki kewenangan untuk menelusuri rekam jejak (track record) advokat yang ingin bergabung dengan KAI. Kita nggak punya kewenangan untuk mencari tahu background seorang advokat.

 

Menyikapi permasalahan ini, pilihan sikap PERADI sudah bulat. Kita minta ketegasan MA dan Pemerintah sebenarnya. Mengenai landasan hukum dan eksistensi PERADI kan sudah jelas. Apa masih mau bermain-main terus seperti ini, pungkas Harry.

Halaman Selanjutnya:
Tags: