Pernyataan Presiden Soal Hukuman Mati Koruptor Dinilai Ambigu
Berita

Pernyataan Presiden Soal Hukuman Mati Koruptor Dinilai Ambigu

Perampasan aset dengan memiskinkan koruptor dinilai lebih efektif menimbulkan efek jera ketimbang menerapkan hukuman mati. Buktinya, negara-negara kawasan Australia dan Eropa dapat berhasil terbebas dari masalah korupsi tanpa menerapkan hukuman mati.

Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit

 

Sedangkan negara Tiongkok, sekalipun telah menerapkan hukuman mati bagi koruptor, tidak mengalami peningkatan signifikan. Menurutnya, sejak 2015 hingga 2018 nilai IPK negara Tiongkok masih berkisar antara 37 hingga 41. Nilai tersebut sebenarnya tidak jauh berbeda dengan IPK Indonesia yang berkisar antara 36 hingga 38 pada 2015 hingga 2018.

 

“Ini menunjukkan penerapan hukuman mati tidak berpengaruh terhadap tren korupsi. Sebaliknya, tanpa menerapkan hukuman mati pun, negara-negara seperti di kawasan Australia dan Eropa itu terbukti dapat berhasil terbebas dari masalah korupsi,” kata Anggara.

 

Anggara mengingatkan agar Presiden menghindari budaya penal populism, khususnya dalam pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia. Dia menilai, penal populism hanya mengandalkan suasana emosional sesaat tanpa memperhatikan pertimbangan-pertimbangan rasional dan berbasis bukti ataupun data yang dapat mendukung pemilihan kebijakan yang dimaksud.

 

Menurutnya, tak heran kebijakan yang dilandasi nuansa penal populism tak pernah meraih tujuan dan target yang diharapkan. “Presiden Jokowi seharusnya mendorong terobosan kebijakan yang menitikberatkan pada upaya pencegahan dengan mereformasi sistem pemerintahan dan penegakan hukum agar lebih transparan dan akuntabel,” tambahnya.

 

Keliru

Wakil Ketua Komisi III DPR Desmon Junaedi Mahesa menilai pernyataan Presiden Jokowi membingungkan, khususnya penjatuhan hukuman mati bagi kasus korupsi jika masyarakat menghendaki. Bagi Desmon, jumlah rakyat di Indonesia sedemikian banyak. Dia balik tanya. “Masyarakat yang mana?” ujar Desmon di Komplek Gedung Parlemen, Selasa (10/12/2019) kemarin.

 

“Masyarakat memang geram dengan para pelaku tindak pidana korupsi. Tapi, saya setuju saja penerapan hukuman mati terhadap koruptor sepanjang diatur UU agar ada efek jera dalam pemberantasan korupsi, kenapa tidak?”

 

Anggota Komisi III DPR Muhammad Nasir Djamil menilai penerapan hukuman mati dengan kehendak masyarakat sebenarnya keliru. Sebab, aturan hukuman mati bagi pelaku korupsi sudah diatur dalam Pasal 2 ayat (2) UU 31/1999. Dia berharap penerapan hukuman mati bagi pelaku korupsi tidak sekedar di bibir saja karena pemberian grasi terhadap napi korupsi Annas Maamun seolah menunjukan ketidakonsistenan Presiden terhadap upaya pemberantasan korupsi.

 

“Kita harap Presiden ini konsisten bicara soal keberpihakan memberantas korupsi,” katanya.

Tags:

Berita Terkait