Perlunya Aturan Illicit Enrichment untuk Cegah Korupsi
Berita

Perlunya Aturan Illicit Enrichment untuk Cegah Korupsi

Lantaran terdapat kelemahan dalam UU Pemberantasan Tipikor terkait pengembalian kerugian negara.

RFQ
Bacaan 2 Menit

Kelemahannya, kata Donal, terletak pada tidak dimungkinkannya dilakukan perampasan kekayaan lain di luar kasus yang diproses. Padahal, bukan tidak mungkin terpidana  korupsi memiliki kekayaan yang cukup banyak di luar kewajaran dibanding dengan penghasilan yang sah.

Kedua, penggantian kerugian negara sebagaimana dalam Pasal 18 huruf (b) tidak maksimal. Pasalnya, pada sejumlah kasus acapkali asset recovery tidak maksimal lantaran jumlah kerugian besar yang diakibatkan perbuatan pejabat tertentu tidak bisa dikembalikan. Hukuman tambahan berupa penggantian kerugian hanya sebesar maksimal yang dinikmati oleh terpidana korupsi.

Ketiga, terdapat celah hukum untuk tidak membayar uang pengganti. Menurutnya, jika tidak ditemukan  kekayaan terpidana, kewajiban membayar uang pengganti bisa digantikan dengan pidana kurungan. Ia berpendapat, menjadi kelemahan dalam pemberantasan korupsi jika dari awal  penyelidikan dan penyidikan tidak dilakukan penelusuran aset dan penyitaan. Pasalnya, jika menunggu vonis besar kemungkinan dilakukan peralihan, penyembunyian atau penjualan aset.

Keempat, pembuktian yang sulit. Donal berpendapat perampasan aset maupun pembayaran uang pengganti dari aset terpidana hanya bisa dilakukan setelah korupsinya dinyatakan terbukti di pengadilan. Menurutnya, upaya tersebut sangat menghambat pemberantasan korupsi, terutama jika ditemukan aset lain dari koruptor yang tidak diketahui asal usulnya.

Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Alvon Kurnia Palma menambahkan, pengembalian aset dari tangan koruptor menjadi kewajiban aparat penegak hukum. Menurutnya, aparat penegak hukum tak hanya menyentuh tataran yuridis, tetapi substansi atas kekayaan yang tidak dapat dijelaskan asal-usul perolehannya secara sah.

Ia berpendapat, penuntut umum dalam tuntutannya perlu memasukan ganti kerugian. Soalnya, dalam Pasal 98-101 KUHAP telah mengatur ganti kerugian terhadap terdakwa. Tidak hanya dalam kasus perdata, dalam kasus korupsi pun penuntut umum dapat melakukannya.

“Sehingga mengguat terkait kerugian atas uang yang diambil oleh narapidana korupsi tadi. Tapi kita melihat ini bisa menjadi pintu masuk dan uji coba jaksa agar kreatif untuk penegakan hukum dalam mengembalikan aset negara yang diambil koruptor,” pungkasnya.

Tags: