Perlukah AI Diatur Perundang-undangan? Ini Kata Pakar Hukum Siber
Terbaru

Perlukah AI Diatur Perundang-undangan? Ini Kata Pakar Hukum Siber

Tergantung pada dampaknya.

Aji Prasetyo
Bacaan 3 Menit
Christina Chelsia Chan, Prof. Ida Bagus Rahmadi Suspanca (kedua narasumber), dan Arasy Pradana (CEO Justika sebagai moderator). Foto: AJI
Christina Chelsia Chan, Prof. Ida Bagus Rahmadi Suspanca (kedua narasumber), dan Arasy Pradana (CEO Justika sebagai moderator). Foto: AJI

Artificial Intelligence (AI) atau kecerdasan buatan merupakan hal yang sudah lumrah digunakan dalam berbagai teknologi saat ini. Misalnya, terkait pelayanan publik, teknologi informasi dan elektronik, bidang industri hingga penegakan hukum seperti yang dilakukan oleh Polri melalui sistem pengenalan wajah dalam Electronic Traffic Law Enforcement (ETLE) atau tilang elektronik.

Namun hingga saat ini belum ada regulasi mengenai AI, selain hanya Surat Edaran (SE) Kominfo mengenai Kecerdasan Artifisial (buatan). Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Katolik (FH Unika) Atma Jaya Prof. Ida Bagus Rahmadi Suspanca mengatakan apakah AI harus diatur sebuah aturan khusus termasuk peraturan perundang-udangan tergantung dari dampaknya.

“Tergantung dampaknya, kalau masif mungkin perlu diatur dalam UU. Saya rasa teknologi paling oke sekarang itu AI apa itu pengaturannya melalui SE lalu perpres lalu jadi UU,” ujar Prof Ida Bagus saat seminar dalam rangka penutupan ajang National Moot Court Competition (NMCC) Piala Frans Seda 2024 yang diselenggarakan FH Unika Atma Jaya, Minggu (26/5/2024).

Baca Juga:

Ida Bagus Rahmadi mengatakan setiap negara memang mempunyai kedaulatan yurisdiksi, namun saat ini tentunya tidak bisa mengabaikan standar internasional dalam membuat suatu aturan. Jangan sampai aturan di satu negara justru bertentangan dengan aturan umum yang dipraktikkan secara internasional.

“Kita bisa lihat apa aturan standar internasional, apa standar regional baru nasional, itu yang kita lakukan saat UU keantariksaan, UU PDP, karena bisa dilakukan tidak hanya yurisdiksi negara kita, tapi juga bisa jadi internasional,” terangnya.

Ia mencontohkan Tiongkok dalam membuat aturan perundang-undangan mengenai kontrak mengadopsi aturan internasional, sehingga tidak bertentangan dan bisa digunakan secara luas. Hal itu perlu dilakukan termasuk dalam hal teknologi seperti AI. 

Tags:

Berita Terkait