Perlu Komitmen Kuat Pemerintah-DPR Merevisi UU Peradilan Militer
Terbaru

Perlu Komitmen Kuat Pemerintah-DPR Merevisi UU Peradilan Militer

Kajian mendalam terlebih dulu sebelum merevisi UU Peradilan Militer.

Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit
Anggota Komisi III DPR Taufik Basari. Foto: dpr.go.id
Anggota Komisi III DPR Taufik Basari. Foto: dpr.go.id

Desakan kalangan masyarakat sipil yang mendorong revisi UU No.31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer direspon positif anggota parlemen. Maklum UU yang sudah berusia lebih dari dua dekade itu perlu disesuaikan dengan kondisi kekinian. Apalagi saat terjadi kasus dugaan korupsi Kepala Basarnas sempat menjadi polemik soal apakah diproses di peradilan militer atau peradilan umum.

Anggota Komisi III DPR Taufik Basari, mengatakan untuk merevisi UU 31/1997 perlu dilakukan kajian mendalam. Dengan kata lain, proses merevisi UU Peradilan Militer tak boleh serampangan. Mencermati setiap pasal yang bakal diperbaharui perlu mendapat kajian agar pembahasan materinya menjadi lebih matang. Tapi, merevisi UU 31/1997 sejatinya dibutuhkan komitmen yang kuat antara pemerintah dan DPR.

“Usulan untuk melakukan revisi UU Peradilan Militer perlu untuk dikaji dan dicermati karena memang idealnya yurisdiksi suatu peradilan itu tidak melekat pada subjeknya, tetapi melekat pada objeknya,” ujarnya kepada wartawan di Komplek Gedung Parlemen, Selasa, (22/8/2023).

Polemik kasus Kepala Basarnas Henri Alfiandi menjadi momentum yang tepat untuk memperbaiki UU 31/1997. Bagi pria biasa disapa Tobas itu, kasus tersebut menjadi pintu masuk untuk mendiskusikan revisi UU 31/1997. Dia mengusulkan agar gerakan masyarakat sipil memberikan masukan dan pendapatnya agar menjadi bahan diskusi awal di Komisi III DPR.

Baca juga:

Sembari menunggu kajian revisi UU 31/1997, politisi Partai Nasional Demokrat (Nasdem) itu mengusulkan untuk sementara proses peradilan militer dapat dilakukan lebih terbuka. Dia berpendapat selama ini salah satu yang menjadi keresahan masyarakat ialah kurang transparansinya proses peradilan militer.

“Untuk sementara sebelum ada revisi, salah satu yang bisa dilakukan terdekatnya adalah kami berharap peradilan militer bisa membuka akses bagi publik untuk mengikuti proses-proses persidangan secara terbuka, termasuk mengikuti proses selanjutnya,” ujar mantan Direktur Bantuan Hukum dan Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) itu.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait