Advokat bisa tetap membantu kalangan ini baik secara gratis atau pemberian diskon dengan tetap dihitung sedang menjalankan pro bono. Tentu dengan tetap mempertimbangkan kriteria perkara macam apa yang sedang dihadapi.
UU Advokat | PP No. 83 Tahun 2008 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum Secara Cuma-Cuma | Peraturan Peradi No. 1 Tahun 2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemberian Bantuan Hukum Secara Cuma-Cuma | UU Bantuan Hukum |
Pasal 1 angka 9 Bantuan Hukum adalah jasa hukum yang diberikan oleh Advokat secara cuma-cuma kepada Klien yang tidak mampu. | Pasal 1 3.Bantuan Hukum Secara Cuma-Cuma adalah jasa hukum yang diberikan Advokat tanpa menerima pembayaran honorarium meliputi pemberian konsultasi hukum, menjalankan kuasa, mewakili, mendampingi, membela, dan melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan pencari keadilan yang tidak mampu. 4. Pencari Keadilan yang Tidak Mampu yang selanjutnya disebut Pencari Keadilan adalah orang perseorangan atau sekelompok orang yang secara ekonomis tidak mampu yang memerlukan jasa hukum Advokat untuk menangani dan menyelesaikan masalah hukum. | Pasal 1 1.Bantuan Hukum Secara Cuma-Cuma adalah jasa hukum yang diberikan Advokat tanpa menerima pembayaran honorarium meliputi pemberian konsultasi hukum, menjalankan kuasa, mewakili, mendampingi, membela, dan melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan pencari keadilan yang tidak mampu. ……… 3. Pencari keadilan yang tidak mampu adalah orang perseorangan atau sekelompok orang yang secara ekonomis tidak mampu. Termasuk dalam kategori pencari keadilan tidak mampu adalah orang atau kelompok yang lemah secara sosial-politik, sehingga kesempatannya untuk mendapatkan bantuan hukum tidak sama dengan anggota masyarakat lainnya. | Pasal 1 1. Bantuan Hukum adalah jasa hukum yang diberikan oleh Pemberi Bantuan Hukum secara cuma-cuma kepada Penerima Bantuan Hukum. 2. Penerima Bantuan Hukum adalah orang atau kelompok orang miskin. |
Pasal 22 (1) Advokat wajib memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma kepada pencari keadilan yang tidak mampu. (2) Ketentuan mengenai persyaratan dan tata cara pemberian bantuan hukum secara cuma-cuma sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. | Pasal 4 ayat 3 (3) Dalam permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pencari Keadilan harus melampirkan keterangan tidak mampu yang dibuat oleh pejabat yang berwenang. Penjelasan Ayat (3) Yang dimaksud dengan ”pejabat yang berwenang” adalah lurah atau kepala desa setempat yang memberikan surat keterangan tidak mampu yang diketahui oleh camat setempat. | Pasal 3 (1) Advokat dalam pemberian bantuan hukum secara cuma-cuma dilarang untuk menerima dana untuk kepentingan apapun dari pencari keadilan yang tidak mampu. (2) Dana-dana bantuan hukum yang berasal dari negara atau lembaga bantuan hukum, yang diberikan kepada advokat dalam rangka memberikan bantuan hukum kepada pencari keadilan yang tidak mampu tidak dihitung sebagai pembayaran honorarium advokat. | Pasal 14 (1) Untuk memperoleh Bantuan Hukum, pemohon Bantuan Hukum harus memenuhi syarat-syarat: ……… c. melampirkan surat keterangan miskin dari lurah, kepala desa, atau pejabat yang setingkat di tempat tinggal pemohon Bantuan Hukum. Pasal 16 (1)Pendanaan Bantuan Hukum yang diperlukan dan digunakan untuk penyelenggaraan Bantuan Hukum sesuai dengan Undang-Undang ini dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. |
Tumpang tindih penyaluran dana
Menarik untuk dibandingkan bahwa sebenarnya ada perbedaan istilah yang digunakan oleh regulasi tentang pro bono dan bantuan hukum terkait subjek penerimanya. Meskipun sama-sama menyebut sebagai bantuan hukum secara cuma-cuma, UU Advokat menyebut penerima pro bono sebagai ‘tidak mampu’ sedangkan UU Bantuan Hukum langsung menyebutnya ‘miskin’.
Pengaturan lebih lanjut UU Advokat dalam PP No. 83 Tahun 2008 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum Secara Cuma-Cuma menjelaskan maksud ‘tidak mampu’ dalam hal secara ekonomis. Namun penjelasan ini juga tidak menggunakan istilah ‘miskin’.
Pasal 1 Peraturan Peradi No. 1 Tahun 2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemberian Bantuan Hukum Secara Cuma-Cuma ternyata memberikan penjelasan yang lebih luas. Diatur bahwa ‘lemah secara sosial-politik’ termasuk dalam kategori ‘tidak mampu’. Hanya saja para penerima bantuan baik yang ‘tidak mampu’ maupun ‘miskin’ itu sama-sama harus melampirkan ‘surat keterangan tidak mampu’ atau ‘surat keterangan miskin’.
Hal lain yang menarik diperhatikan adalah regulasi tentang pro bono hanya melarang advokat menerima honorarium dari pencari keadilan. Sementara dalam pasal 3 Peraturan Peradi No. 1 Tahun 2010 menjelaskan bahwa dana yang diterima advokat dari negara atau lembaga bantuan hukum dalam menjalankan pro bono tidak dihitung sebagai pembayaran honorarium advokat. Artinya, advokat bisa saja menerima dana dari program bantuan hukum selama bukan digunakan untuk komponen honorarium.