Perlu Evaluasi Berkala Tarif PCR untuk Menutup Celah Pejabat Berbisnis
Terbaru

Perlu Evaluasi Berkala Tarif PCR untuk Menutup Celah Pejabat Berbisnis

Upaya mengeruk keuntungan tanpa nurani di masa pandemi dinilai tidak etis dan menohok rasa kemanusiaan.

Rofiq Hidayat
Bacaan 3 Menit

Sebelumnya, Ketua Bidang Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur menilai penurunan tarif tes PCR tidak mencerminkan asas transparansi dan akuntabilitas. Kebijakan ini diduga hanya untuk mengakomodir kepentingan kelompok tertentu yang memiliki bisnis alat kesehatan, khususnya ketika PCR dijadikan syarat perjalanan moda transportasi.

Dia melihat kebijakan harga tes PCR setidaknya telah berubah sebanyak 4 kali. Pada saat awal pandemi muncul, harga PCR belum dikontrol oleh pemerintah. Alhasil, harganya melambung tinggi, bahkan bisa mencapai Rp2,5 juta. Kemudian Oktober 2020, pemerintah baru mengontrol harga tes PCR menjadi Rp900 ribu. Berlanjut 10 bulan kemudian, harga PCR kembali turun menjadi Rp495.000-Rp525.000 akibat kritikan dari masyarakat yang membandingkan biaya di Indonesia dengan di India. Terakhir, 27 Oktober lalu, pemerintah kembali menurunkan harga tes PCR menjadi Rp 275.000-Rp 300.000.

Menurut Isnur, dari seluruh rangkaian perubahan tarif pemeriksaan PCR sejak awal hingga kini, diperikirakan ada lebih dari Rp23 triliun uang yang berputar dalam bisnis tersebut. Total potensi keuntungan yang didapatkan adalah sekitar Rp10 triliun lebih. Bila kebijakan penggunaan PCR untuk seluruh moda transportasi, perputaran uang dan potensi keuntungan yang didapatkan tentu akan meningkat tajam. Namun belakangan, tes PCR sebagai syarat perjalanan moda transportasi udara dan darat dianulir dan diubah cukup dengan tes antigen.

Dia melanjutkan berdasarkan anggaran penanganan Covid-19 sektor kesehatan tahun 2020, diketahui bahwa realisasi penggunaan anggaran untuk bidang kesehatan hanya 63,6% dari Rp 99,5 triliun. Kondisi keuangan tahun 2021 pun demikian. Per 15 Oktober 2021 diketahui dari Rp193,9 triliun alokasi anggaran penanganan Covid-19 untuk sektor kesehatan, baru terserap 53,9 persen.

“Dengan kondisi penyerapan anggaran tersebut sebenarnya pemerintah masih memiliki sumber daya untuk memberi akses layanan pemeriksaan PCR secara gratis kepada masyarakat.”

Tags:

Berita Terkait