Perlindungan-Pemenuhan HAM Diprediksi Masih Suram
Utama

Perlindungan-Pemenuhan HAM Diprediksi Masih Suram

Pemerintahan Jokowi periode 2014-2019 gagal menyelesaikan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu. Dalam periode kedua pemerintahan Jokowi (2019-2024) kebebasan berekspresi, berpendapat, dan penghormatan terhadap HAM masih terancam.

Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit

 

Kedua, UU No.16 Tahun 2017 tentang Ormas mewajibkan organisasi masyarakat sipil mendaftar dan membatasi kegiatan. Pemerintah juga dapat membubarkan suatu organisasi tanpa proses pengadilan. Ketiga, kelompok minoritas terus menerus mengalami pelecehan dan intimidasi. Keempat, kriminalisasi terhadap aktivis HAM dan lingkungan hidup terus berlanjut.

 

“Kebebasan sipil 5 tahun ke depan makin kelam. Negara harus mengubah cara pandang terhadap masyarakat sipil,” pintanya.

 

Perlindungan Data Pribadi

Peneliti Elsam Miftah Fadhli mengingatkan pemerintah dan DPR periode 2014-2019 sampai akhir masa jabatannya tidak merampungkan RUU Perlindungan Data Pribadi. Padahal saat ini lebih dari 100 negara sudah memiliki regulasi perlindungan data pribadi untuk melindungi hak atas privasi warga negaranya. Hal ini bertentangan dengan pernyataan Presiden Jokowi dalam pidato kenegaraan 16 Agustus 2019 yang intinya menyebut data pribadi harus dilindungi dan regulasinya harus disiapkan tanpa kompromi.

 

Ketentuan yang berkaitan dengan data pribadi saat ini tersebar dalam sejumlah regulasi seperti PP NO.82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik dan Peraturan Menteri Kominfo No.20 Tahun 2016 tentang Perlindungan Data Pribadi Dalam Sistem Elektronik. Menurut Fadhli, tersebarnya regulasi perlindungan pribadi membuat pengaturannya saling tumpang tindih.

 

UU Perlindungan Data Pribadi sangat penting karena banyak kasus bocornya data pribadi dan disalahgunakan. Fadhli mencontohkan aplikasi pinjaman daring menggunakan data pribadi penggunanya untuk mengintimidasi agar pengguna layanan segera melunasi pinjaman. Alih-alih menerbitkan peraturan yang memperkuat perlindungan data pribadi, pemerintah dan DPR malah mempercepat pengesahan UU Keamanan dan Ketahanan Siber pada akhir September 2019.

 

RUU ini memberi kewenangan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) untuk mengawasi lalu lintas data internet di Indonesia. Tapi RUU itu tidak mengatur mekanisme pengawasan yang jelas terkait pelaksanaan wewenang tersebut. “Ketentuan ini rentan disalahgunakan oleh negara sebagai alat mata-mata massal terhadap warga negara Indonesia (sendiri),” tuturnya.

 

Ingkar janji

Deputi Koordinator KontraS, Feri Kusuma, mencatat dalam 5 tahun pemerintahan Jokowi-JK tidak ada satu pun kasus pelanggaran HAM berat masa lalu yang tuntas. Berbeda dengan janji yang tertuang dalam Nawacita dimana berbagai kasus pelanggaran HAM berat masa lalu akan dituntaskan secara berkeadilan. “Presiden Jokowi ingkar janji dan gagal menuntaskan kasus pelanggaran HAM berat,” tegasnya.

 

Feri mengusulkan agar Presiden Jokowi memilih Jaksa Agung yang mau menindaklanjuti hasil penyelidikan Komnas HAM terhadap sejumlah kasus pelanggaran HAM berat. Mengulang pernyataan yang pernah diucapkan Presiden Jokowi, Feri menyebut kasus pelanggaran HAM berat merupakan beban sosial dan politik bangsa.

Tags:

Berita Terkait