Perketat Importasi Produk Ban, Kemendag Terbitkan Aturan Baru
Berita

Perketat Importasi Produk Ban, Kemendag Terbitkan Aturan Baru

Permendag baru ini dikeluarkan sebagai upaya meningkatkan efektivitas kebijakan impor ban, terutama untuk memperketat dan mencegah impor berlebihan produk ban.

Fitri Novia Heriani
Bacaan 2 Menit

 

Sementara itu, dokumen yang diperlukan untuk proses verifikasi atau penelusuran teknis di pelabuhan muat atau PLB, paling sedikit harus memuat persetujuan impor dan kesesuaian sertifikat produk penggunaan tanda standar nasional Indonesia (SPPT SNI).

 

Hasil verifikasi kemudian dituangkan dalam bentuk laporan surveyor (LS) dan menjadi tanggung jawab surveyor. Oke juga menyampaikan, terkait dengan sanksi administratif kewajiban pelaporan impor, Permendag No. 5 Tahun 2019 mengatur perusahaan pemegang persetujuan impor yang tidak menyampaikan laporan dikenai sanksi berupa pembekuan persetujuan impor.

 

Sebelumnya, sanksi pelanggaran kewajiban pelaporan impor hanya berupa penangguhan permohonan persetujuan impor periode berikutnya. “Pembekuan persetujuan impor tersebut dapat diaktifkan kembali jika perusahaan menyampaikan laporan pelaksanaan impor ban dalam jangka waktu sebulan sejak tanggal pembekuan,” kata Oke.

 

Adapun bagi perusahaan yang dikenai sanksi pencabutan persetujuan impor, lanjut Oke, Permendag No. 5 Tahun 2019 menetapkan perusahaan dapat mengajukan kembali permohonan persetujuan impor berikutnya paling singkat setahun sejak tanggal pencabutan. Permendag No. 5 Tahun 2019 ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan pada 1 Februari 2019.

 

(Baca Juga: Konsumen Cerdas Paham Regulasi, Berorientasi Produk dalam Negeri)

 

Sebelumnya, kalangan pengusaha mengaku keberatan dengan kebijakan pengetatan impor ban karena dinilai akan menyulitkan industri strategis seperti transportasi, pertambangan, perkebunan, hingga pelabuhan. 

 

Seperti dilansir Antara beberapa waktu lalu, Ketua Umum Ikatan Pengusaha Otobus Indonesia (IPOMI), Kurnia Lesani Adnan, mengatakan selain menciptakan kelangkaan ban kebijakan pengetatan juga membuat membuat bisnis mereka semakin tidak efisien. 

 

Menurut Kurnia, harga ban yang dibutuhkan sudah naik antara 7-12 persen sejak bulan lalu dan bahkan, kini sudah banyak pelaku usaha melakukan kanibalisasi untuk tetap beroperasi.  Kurnia menjelaskan kenaikan harga ban juga turut meningkatkan biaya operasional dan anggota IPOMI setidaknya membutuhkan 100.000 unit ban per tahun. 


“Padahal, berbagai persoalan ekonomi seperti ketatnya persaingan dengan transportasi udara saat ini telah membuat faktor muatan (load factor) mereka turun hingga 60 persen,” katanya. (ANT)

Tags:

Berita Terkait