Hal ini karena keputusan pengadilan terhadap ketiga orang ini akan sangat menentukan mutu dari pengadilan HAM ad hoc ini nantinya. Ada tiga alasan yang mendasari pemikiran tersebut. Pertama, jika pengadilan nantinya gagal membuktikan ketiga orang ini, maka seluruh proses pengadilan menjadi tidak berarti.
Pasalnya, seluruh terdakwa yang lain berada dalam kewenangan komando efektif ketiga terdakwa tersebut. Kedua, kuantifikasi pidana terhadap ketiga orang ini juga sangat akan menjadi ukuran bagi kuantifikasi terhadap tersangka lainnya. Baik dalam metode pengalian informasi, pengumpulan bukti, keterangan saksi, dan bukti dokumen yang mendukung.
Ketiga, jika berhasil, maka putusan terhadap ketiga terdakwa itu akan menjadi preseden baik bagi pengimplementasian konsep kejahatan terhadap kemanusiaan sebagaimana dimaksud dalam UU Nomor 26/2000. Tetapi jika tidak, maka UU ini mesti diubah sedemikian rupa sekaligus juga hukum acaranya agar apa yang dimaksud oleh UU ini tercapai.
Pemegang komando
Pernyataan tersebut dipaparkan oleh Tim Monitoring Pengadilan HAM ad hoc Elsam di Jakarta (13/9). Fokus kepada ketiga terdakwa itu karena ketiganya mempunyai peranan penting dalam pemegangan komando dalam perkara pelanggaran HAM Timor Timur.
Eurico Gutteres adalah pimpinan dari organisasi politik besar dari suatu tujuan politik, yakni untuk memenangkan integrasi ke Indonesia. Untuk mencapai tujuan tersebut, ia membentuk PPI sampai ke tingkat kabupaten-kabupaten. Guna memperkuat gerak politiknya, ia mendirikan kekuatan senjata dengan melatih dan merekrut banyak anggota.
Dalam seluruh sepak terjangnya PPI berkoordinasi dengan aparat Pemda, Kepolisian, dan TNI. Sementara Adam Damiri dan Tono Suratman merupakan dua penguasa efektif teritorial dan mengetahui kehadiran serta motif dari PPI. Pasalnya, mereka merupakan organisasi terbuka, bersifat massal, dan secara terbuka menyampaikan tujuan-tujuan politiknya.
"Bahkan PPI tak jarang mendapat pula dukungan dari TNI atau polisi, karena ada dari anggota TNI dan Polisi yang terlibat aktif dalam PPI baik sebagai instruktur maupun sebagai penasehat politik," kata Agung Yudhawinata, koordiantor monitoring pengadilan HAM Elsam.