‘Perang’ Independensi, Picu Lambannya Pembahasan RUU OJK
Utama

‘Perang’ Independensi, Picu Lambannya Pembahasan RUU OJK

Sebagian anggota pansus haramkan wakil pemerintah dan BI sebagai pejabat 'ex-officio' dalam OJK.

Mvt
Bacaan 2 Menit
DPR masih menentang keinginan pemerintah memasukkan<br>orangnya dalam komposisi OJK.<br>Foto: Sgp
DPR masih menentang keinginan pemerintah memasukkan<br>orangnya dalam komposisi OJK.<br>Foto: Sgp

Masalah independensi lembaga Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menjadi salah satu penyebab molornya pengesahan RUU ini di DPR. Sebagian anggota pansus RUU menolak pasal mengenai penempatan dua orang pejabat ex-officio dari Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia dalam OJK.

 

Perang itu hanya berkutat pada Pasal 34 ayat (1) UU No.3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia. Pasal ini, dalam bagian penjelasannya, mengamanatkan OJK bersifat independen dalam menjalankan tugas serta berkedudukan di luar pemerintah.

 

Sekadar mengingatkan, struktur organisasi OJK sendiri tertuang di Bab III RUU OJK, yang mengatur soal Dewan Komisioner, Kepala Eksekutif dan Organ Pendukung dan Kepegawaian. Selain anggota DK yang dipilih, ada dua orang anggota DK sebagai pejabat ex-officio. Satu anggota komisioner berstatus ex-officio BI yang diusulkan oleh Gubernur BI kepada Presiden melalui Menkeu. Lalu, satu lagi anggota komisioner ex-officio dari Kemenkeu yang juga ditetapkan oleh Presiden berdasarkan usulan Menkeu.

 

Menurut Harry Azhar Azis, anggota Pansus RUU OJK, penempatan pejabat ex-officio ini tidak sesuai dengan amanat UU BI. Sebab, pejabat ex-officio merupakan wakil dari pemerintah dan BI. Keduanya akan mewakili aspirasi masing-masing lembaga yang diwakili. “Kebijakan OJK rawan pengaruh kepentingan pemerintah maupun BI,” tandasnya via telepon pada hukumonline, Rabu (22/12).

 

Padahal, konsep RUU OJK yang ditandatangani presiden dan diserahkan ke DPR merujuk Pasal 34 ayat (1) UU BI. “Tapi isinya sangat bertentangan dengan pasal tersebut yang menginginkan independensi OJK,” sergahnya.

 

Harry menuding ada alasan khusus pemerintah ngotot menempatkan wakil di OJK. “Pemerintah masih ingin menguasai OJK. Kebijakan OJK harus sesuai dengan pemerintah,” katanya.

 

Karena itu, Harry menegaskan dirinya menolak konsep ex-officio ini. Meski demikian, Harry menegaskan tidak masalah ada calon komisioner OJK yang berasal dari pemerintah atau BI. Terpenting, calon tersebut harus melepaskan jabatannya jika terpilih sebagai komisioner OJK.

Halaman Selanjutnya:
Tags: