Penyelenggaran E-Government Terganjal Faktor Budaya
Berita

Penyelenggaran E-Government Terganjal Faktor Budaya

Sudah menjadi rahasia umum, penyelenggaraan e-government terganjal oleh faktor budaya. Pasalnya, perlu perubahan besar-besaran dari masyarakat dalam memandang teknologi sebagai alat bantu dalam kegiatan pemerintahan. Faktor budaya merupakan bagian yang tersulit untuk menjadikan e-government sebagai pilihan dalam pembuatan kebijakan pemerintah.

Ram/APr
Bacaan 2 Menit

Dalam konteks demokratisasi, transparansi, dan akuntabilitas, e-government merupakan alat untuk mewujudkan ketiganya di dalam masyarakat. Pasalnya, masyarakat selaku subyek dalam pemerintahan sudah sepantasnya mendapatkan tempat.

Taufik Hasan, salah satu direktur Telkom berpendapat bahwa pemerintah harus memiliki visi yang jelas dalam membangun dan menyelenggarakan e-government. Kasus Kabupaten Kutai menunjukkan, sangat dibutuhkan peran pemerintah setempat dalam melihat bahwa teknologi informasi mampu mendorong kemajuan daerah tersebut.

Sebagai suatu proses, e-government ini nantinya harus menjadi bagian dari kebijakan pemerintah. Berkaitan dengan itu, Taufik melihat bahwa dalam pembangunan atau pengembangan e-government, dibutuhkan kesadaran akan pentingnya teknologi informasi (TI) bagi masyarakat. "Sehingga bukan hanya akses saja yang dibutuhkan, tapi lebih kepada dukungan berupa kebijakan dan kesadaran dari masyarakat dan pemerintah" tambahnya. 

Sangat disayangkan jika pemanfaatan e-government nantinya hanya diarahkan untuk kepentingan politis dan bisnis saja. Jika demikian halnya, pada akhirnya e-government yang akan diselenggarakan tidak ubahnya situs pemerintahan yang ada saat ini.

Ambil contoh, keberadaan situs www.dpr.go.id dan www.sekneg.go.id, yang saat ini dimiliki oleh pemerintah. Pengelolaan situs atau website tersebut hampir tidak pernah dilakukan upgrading. Padahal informasi tersebut sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Pada saat masyarakat akan meng-klik, akan didapatkan informasi yang sudah usang.

Butuh kesadaran TI

Suka tidak suka, kebiasaan atau budaya masyarakat harus diubah. Meski agak sulit membangun kesadaran akan pentingnya teknologi informasi, harus dicari cara agar masyarakat memiliki kepedulian akan mendesaknya e-government untuk dilaksanakan.

Taufik melihat, perlu dibangun kesadaran yang tumbuh dari masyarakat setempat untuk membangun dan mengembangkan e-government. "CTC (communication and telecomunication centre) merupakan peluang untuk membangun kesadaran masyarakat," tegas Taufik.

Faktor kepemimpinan sangat menentukan pembangunan dan penyelenggaraan e-government di tingkat pusat dan daerah. "Hal lain yang tidak kalah pentingnya adalah pemerintah selaku pemerintah harus memiliki komitmen dalam menyelenggarakan e-government," katanya.

Faktor budaya bukan masalah yang sederhana, apalagi harus "memaksa" masyarakat, termasuk pemerintah sendiri. Menteri Negara Komunikasi dan Informasi harus secepatnya meletakkan visi dari e-government yang akan diselenggarakan. Sehingga tidak hanya semangat di awal, kemudian ditingalkan di tengah jalan. 

 

Tags: