Penyekatan di Jalan Raya, Solusi atau Masalah?
Kolom

Penyekatan di Jalan Raya, Solusi atau Masalah?

Tidak dapat dipungkiri bahwa penyekatan 100 titik di jalan raya di DKI Jakarta dan sekitarnya selama pemberlakuan PPKM Darurat dan PPKM Level 4, banyak menimbulkan pros dan cons bagi para pengguna jalan raya yang masih harus beraktivitas di luar.

Bacaan 5 Menit

Dalam kaitannya dengan kebijakan penyekatan di 100 titik, Penulis tertarik untuk membahas mengenai pelaksanaan dari kebijakan ini, karena faktanya banyak sekali titik penyekatan yang kosong atau bebas dari penjagaan petugas. Ditambah lagi, kebijakan penyekatan ini juga justru berpotensi hanya “memindahkan” kerumunan karena secara tidak langsung para pengguna jalan akan berkerumun di satu titik jalanan yang justru akan memberikan efek penularan yang lebih besar. Terlebih, bagi para pekerja sektor esensial dan kritikal yang memang wajib untuk datang ke kantor, kebijakan ini tentu akan menghambat mobilitas mereka sebagai pengguna jalan raya.

Contoh di atas menunjukan adanya kekurangan dari kebijakan ini, karena bagaimana mungkin Pemerintah bisa memberikan pembatasan atau penyekatan di 100 titik sedangkan di sisi lain masih ada pekerja-pekerja sektor esensial dan kritikal yang harus menggunakan jalan tersebut? Hal ini juga semakin "lucu" pada saat pekerja sektor esensial dan kritikal seperti tenaga kesehatan dan media harus berhenti untuk menunjukan surat-surat dan kartu identitas, bahkan parahnya sampai menimbulkan kemacetan yang panjang dan kerumunan di jalanan yang disekat. Padahal pekerja-pekerja sektor tersebut memerlukan waktu yang cepat agar dapat melaksanakan kewajibannya secara maksimal.

Persoalan-persoalan di atas adalah fakta yang menimbulkan banyak sekali perdebatan tentang pemberlakuan penyekatan di sejumlah 100 titik jalan raya di DKI Jakarta dan sekitarnya. Bagi sejumlah kalangan yang setuju dengan kebijakan ini, mereka akan mengatakan bahwa kebijakan ini bertujuan untuk membuat masyarakat jadi "malas" untuk keluar rumah dan memaksa mereka agar tetap tinggal di rumah. Sedangkan di sisi lain yang tidak setuju akan menyatakan bahwa kebijakan ini justru cenderung menimbulkan potensi penularan Covid-19 yang baru dan malah merepotkan mereka yang memang wajib untuk menggunakan jalan raya tersebut.

Dengan begitu, kembali lagi kepada masing-masing pengguna jalan bagaimana melihat penerapan penyekatan jalan ini. Apakah ini merupakan solusi untuk mengurangi penularan Covid-19 khususnya di DKI Jakarta dan sekitarnya atau hanya justru menimbulkan masalah baru bagi masyarakat.

Penulis sendiri berpandangan bahwa selama pemberlakuan PPKM ini, kebijakan penyekatan 100 titik terbukti tidak efektif dan cenderung meresahkan masyarakat saja. Contoh paling sederhana adalah titik penyekatan di depan Kampus Budi Luhur yang sepertinya selalu kosong tidak pernah ada penjagaan. Parahnya, di titik penyekatan tersebut juga dipasang traffic cone untuk menghalangi jalan, sehingga kerap sekali menimbulkan kemacetan yang panjang. Kejadian serupa juga terjadi di titik penyekatan perempatan Fatmawati.

Selain itu, tidak perlu titik penyekatan diberlakukan di sejumlah jalanan di DKI Jakarta dan sekitarnya, karena hal ini justru akan mempersulit pergerakan dari pengguna jalan yang memang wajib untuk bekerja keluar rumah. Akan tetapi, Penulis berpandangan cukup melakukan penyekatan di sejumlah protokol jalan raya yang memang selalu menjadi pusat kemacetan dan mobilisasi tinggi seperti Jalan Jenderal Sudirman, Jalan Jenderal Gatot Subroto atau Jalan utama lainnya.

Oleh karena itu, melihat kejadian ini, Penulis memahami betul keresahan masyarakat dengan adanya kebijakan ini, ditambah lagi kebijakan ini memang memiliki tendensi untuk malah menularkan Covid-19 karena terjadi kerumunan baru akibat keramaian karena kemacetan dan lebih parahnya keramaian ini juga dapat menyebabkan perselisihan antara petugas dengan para pengguna jalan raya.

Tags:

Berita Terkait