Pentingnya Kesetaraan Pendidikan Agama dalam RUU Pesantren
Berita

Pentingnya Kesetaraan Pendidikan Agama dalam RUU Pesantren

Agar ada persamaan regulasi hingga anggaran antara sekolah keagamaan milik pemerintah dan swasta. Diusulkan hanya mengatur pendidikan keagamaan formal, bukan model seperti pendidikan nonformal di gereja-gereja di Indonesia.

Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit

 

Menurutnya, RUU Pesantren dan Pendidikan Keagamaan nantinya negara memiliki andil dan peran dalam upaya memajukan pendidikan pesantren dan pendidikan keagamaan di sekolah-sekolah milik pemerintah ataupun swasta. Dengan begitu bakal terdapat kesetaraan pendidikan keagamaan di masing-masing lembaga pendidikan.

 

Potensi intervensi terhadap agama

Di tempat yang sama, Direktur Jenderal (Dirjen) Bimbingan Masyarakat (Bimas) Kristen Kementerian Agama, Thomas Pentury menilai RUU tersebut cenderung membirokrasikan pendidikan nonformal. Khususnya pendidikan yang diberikan gereja-gereja berupa pelayanan anak-anak dan remaja. Padahal praktk pelayanan bagi anak dan remaja oleh gereja telah berjalan sejak lama.

 

Thomas khawatir melalui RUU Pesantren dan Pendidikan Keagamaan justru berpotensi menjadi bentuk model intervensi negara terhadap agama. Padahal, semestinya negara menjamin kebebasan agama untuk diatur warga negaranya. Begitu pula dengan pendidikan keagamaan sesuai dengan kurikulum di agama masing–masing.

 

Meski begitu, kata Thomas, prinsipnya gereja memberi dukungan terhadap keberadaan RUU Pesantren dan Pendidikan Keagamaan. Dengan catatan, hanya mengatur pendidikan keagamaan formal dan tidak mengatur model pelayanan pendidikan nonformal di gereja-gereja di Indonesia. Seperti, pelayanan kategorial anak dan remaja.

 

Dia pun mengusulkan agar dilakukan rekonstruksi ulang terhadap pendidikan keagamaan Kristen melalui jalur pendidikan formal yang semula Sekolah Dasar Teologi Kristen (SDTK), SMPTK, SMATK menjadi SD Kristen, SMPK, SMAK. Ia berharap agar RUU Pesantren dan Pendidikan Keagamaan dapat mengakomodir masukan dari berbagai kalangan semua agama.

 

Sebelumnya, anggota Komisi II dari Fraksi PPP Ahmad Baidowi mengatakan proses usulan RUU Pesantren dan Pendidikan Keagamaan terbilang panjang sejak 2013. Hingga akhirnya masuk daftar Prolegnas lima tahunan pada 2015. Meski demikian, pada 2016 dan 2017 tidak masuk dalam Prolegnas Prioritas. Akhirnya RUU tersebut masuk dalam daftar  Prolegnas Prioritas 2018 menjadi inisiatif DPR.

 

“Fraksi PPP merupakan salah satu pengusul bersama dengan Fraksi PKB di DPR terhadap RUU Pesantren dan Pendidikan Keagamaan ini,” kata Ahmad Baidowi.

 

Dia mengakui draf naskah akademik masih mengandung kekurangan. Pengusul pun siap melakukan kajian mendalam. Nantinya, ketika draf RUU ini sudah jadi, maka dapat disandingkan dengan daftar inventarisasi masalah (DIM) yang disusun pemerintah. “Kalau kemudian ini ada persoalan didalamnya, mari kita kaji kembali. Karena ini baru menjadi draf DPR,” ajaknya. 

Tags:

Berita Terkait