Pentingkah Kebijakan Penurunan PPh Rumah Mewah?
Berita

Pentingkah Kebijakan Penurunan PPh Rumah Mewah?

Kebijakan ini harus diimbangi dengan kebijakan lain seperti menurunkan suku bunga oleh Bank Indonesia.

Fitri Novia Heriani
Bacaan 2 Menit

 

Utamakan Basis Pajak

Pengamat Pajak, Yustinus Prastowo, memiliki pandangan lain terkait kebijakan ini. Menurutnya, pilihan yang diambil pemerintah untuk memberikan insentif pajak untuk rumah mewah dan mobil mewah tidak dapat serta merta dipandang secara negatif.

 

Kebijakan ini nantinya justru akan berdampak multiplier. Pertumbuhan sektor properti akan berimbas kepada naiknya permintaan atas perumahan/apartemen, banyaknya pengembang yang membangun properti, dan secara langsung juga akan berimbas kepada sektor tenaga kerja.

 

Jika hal tersebut terjadi, maka penerimaan dari sektor perpajakan juga akan mengalami kenaikan. Tapi satu hal yang ditekankan oleh Yustinus adalah kebijakan ini menyasar kepada basis pajak.

 

Menurut Yustinus, sasaran pemerintah pada kebijakan ini adalah masyarakat kelas atas. Selama ini, lanjut Yustinus, banyak masyarakat yang enggan membeli properti mewah karena kekhawatiran akan dikenai pajak.

 

Dengan dinaikkannya batas Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) dari yang sebelumnya Rp10 miliar menjadi Rp30 miliar atau lebih, dan diturunkannya PPh bagi harga rumah mewah di atas Rp30 miliar, maka diyakini hal tersebut akan memancing minat masyarakat kelas atas untuk membeli properti.

 

“Selama ini orang takut beli rumah mewah bukan terkendala uang, tapi karena takut datanya masuk ke pajak. Nah dengan cara ini maka masyarakat lebih tertarik untuk membeli properti. Dan untuk mendapatkan basis pajak tidak harus direct. Bisa saja secara indirect misalnya lewat data kredit yang dilakukan di perbankan, atau lewat balik nama, itu bisa digunakan pihak pajak untuk menambah basis pajak,” kata Yustinus.

 

Namun kendati demikian, Yustinus menilai bahwa dampak dua kebijakan di sektor pajak ini tak bisa langsung dirasakan dalam waktu singkat. Butuh waktu minimal satu tahun untuk merasakan dampaknya terutama untuk peningkatan penerimaan pajak. Namun, tetap membutuhkan instrumen kebijakan lain seperti menurunkan bunga kredit oleh Bank Indonesia.

 

“Ya setidaknya satu tahun baru bisa dirasakan efeknya,” pungkasnya.

 

Tags:

Berita Terkait