Penjelasan Prof Mahfud Soal Force Majeure Akibat Pandemi Corona
Berita

Penjelasan Prof Mahfud Soal Force Majeure Akibat Pandemi Corona

Merupakan kekeliruan menilai Keppres 12/2020 sebagai dasar untuk membatalkan kontrak-kontrak keperdataan, terutama kontrak-kontrak bisnis.

Mochamad Januar Rizki
Bacaan 2 Menit

 

“Jadi, harus ada klausul dalam kesepakatan itu dan harus dilihat pula pada jenis force majeure yang terjadi yang juga dicantumkan dalam klausul kontrak,” kata Mahfud.

 

Dia menjelaskan dalam teori hukum, terdapat dua jenis force majeure yaitu absolut dan relatif. Force majeure absolut adalah kejadian yang secara mutlak meniadakan kemampuan pihak untuk memenuhi prestasinya, seperti musnahnya bangunan yang dijadikan jaminan kontrak karena bencana alam. Dia mencontohkan bencana alam gempa di Palu pada 2018 yang menyebabkannya ambles dan hilang aset-aset seperti rumah-rumah dan hotel.

 

Sedangkan, force majeure relatif adalah perubahan keadaan tetapi masih ada alternatif-alternatif yang dapat disubstitusikan, dikompensasi, ditunda, dan sebagainya seperti terhalangnya penyampaian barang karena alat transportasi yang membawanya mengalami kecelakaan.

 

“Saya ingin menegaskan bahwa Covid-19 nyata-nyata telah menjadi bencana non-alam di negara kita. Tetapi ketika Pemerintah mengeluarkan Keppres No. 12 Tahun 2020 sama sekali tidak dimaksudkan dan memang tidak bisa menjadikan Covid-19 untuk dijadikan alasan langsung membatalkan kontrak. Pemerintah tidak masuk ke ranah tersebut,” jelas Mahfud.

 

Namun, renegosiasi dengan alasan force majeure tentu bisa dengan tetap berpatokan pada Pasal 1244, Pasal 1245, dan terutama Pasal 1338 KUHPerdata. Mahfud menjelaskan pemerintah telah melakukan langkah-langkah untuk menghadapi bencana dan perhatian untuk menjaga kondusifitas pada dunia bisnis menjadi bagian penting dari berbagai kebijakan Pemerintah tersebut.

 

Dia menjelaskan pemerintah membuat kebijakan relaksasi dalam keuangan dan perbankan sebagai bagian dari kebijakan menghadapi bencana Covid-19 yang antara lain, mencakup social savety net, penundaan pembayaran kredit dan bunga utang, subsidi bahan pokok, bantuan uang tunai, dan berbagai langkah stimulus ekonomi. Untuk itu Otoritas Jasa Keuangan (OJK), misalnya telah mengeluarkan Peraturan OJK No.11 Tahun 2020 yang disusul dengan Surat Edaran Kepala Eksekutif Institusi Keuangan Non-Bank (IKNB).

 

Selain itu, pemerintah juga melakukan langkah-langkah serius ketika Covid-19 merebak di Wuhan. Pada akhir Januari 2020, pemrintah sudah memutuskan untuk menutup penerbangan antara Beijing dan Jakarta untuk kemudian menjemput lebih dari 340 WNI yang ada di Wuhan untuk dipulangkan ke Indonesia. Mereka dikarantina selama 14 hari di Natuna sampai akhirnya dipulangkan ke kampung halaman masing-masing.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait