Pengujian UU MK Terbaru Bakal Jadi ‘Ujian’ bagi Hakim Konstitusi
Berita

Pengujian UU MK Terbaru Bakal Jadi ‘Ujian’ bagi Hakim Konstitusi

Karena UU MK terbaru sarat konflik kepentingan dengan masa jabatan hakim konstitusi terutama yang tercantum dalam Pasal 87.

Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit

“Objek pengujian dari aspek formil dan materil. Namun, pemohon fokus pada Pasal 87 UU MK hasil revisi. Intinya, pasal tersebut memberlakukan aturan mengikat hakim konstitusi yang sedang menjabat saat ini. Secara tekstual, sarat konflik kepentingan.”

Pasal 87 UU MK menyebutkan pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku:

  1. Hakim konstitusi yang saat ini menjabat sebagai Ketua atau Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi tetap menjabat sebagai Ketua atau Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi sampai dengan masa jabatannya berakhir berdasarkan ketentuan undang-undang ini;
  2. Hakim konstitusi yang sedang menjabat pada saat Undang-Undang ini diundangkan dianggap memenuhi syarat menurut Undang-Undang ini dan mengakhiri masa tugasnya sampai usia 70 (tujuh puluh) tahun selama keseluruhan masa tugasnya tidak melebihi 15 (Iima belas) tahun.

Dia menilai Pasal 87 UU MK itu bertentangan dengan ide negara hukum pada Pasal 1 ayat (3) UUD 1945, tak memberikan kepastian hukum pada Pasal 28D ayat (1) UUD 1945, dan berpotensi mencoreng kemerdekaan MK pada Pasal 24 ayat (1) UUD 1945). Baginya, pengujian UU hasil revisi ketiga kalinya ini merupakan persoalan konstitusionalitas mendasar yang berkaitan erat dengan independensi dan imparsialitas hakim konstitusi.

“MK perlu menangkap pesan ini secara jelas. Pengujian undang-undang ini juga tentu akan menjadi ujian tersendiri bagi MK,” ujarnya mengingatkan.

Anggota Panja RUU MK, Taufik Basari mempersilakan pihak-pihak yang bakal menguji materi UU MK terbaru sebagai hak konstitusional warga negara. Namun, materi muatan yang dibahas dalam draf RUU MK hanya bagian dari upaya DPR merespon sejumlah putusan MK. Seperti putusan MK No.48/PUU-IX/2011 yang menyatakan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat terhadap Pasal 45A dan Pasal 57 ayat (2) huruf a UU MK  

“Kemudian putusan No.49/PUU-IX/2011, putusan Nomor 34/PUU-X/2012, putusan Nomor 7/PUU-IX/2013, dan putusan Nomor 1-2/PUU-XII/2014, sehingga pasal-pasal tersebut dihapus melalui revisi UU MK. Kita merevisi tidak keluar dari putusan MK,” ujar anggota Komisi III itu.

Soal Pasal 87 UU MK terbaru, menurutnya pilihan sistem tersebut mengubah konsep periodeisasi, sehingga Pasal 22 UU MK terpaksa dihapus. Hal itu sebagai konsekuensi lanjutan sebagaimana alur argumentasi pertimbangan hukum dalam putusan MK No.7/PUU-XI/2013. “Karena antara Pasal 15 ayat (2) huruf d dengan Pasal 23 ayat (1) huruf c saling berkaitan dengan Pasal 22,” dalih politisi Partai Nasional Demokrat itu.

Tags:

Berita Terkait