Pengolahan Minerba Wajib Dilakukan di Indonesia
Berita

Pengolahan Minerba Wajib Dilakukan di Indonesia

Mineral dan logam yang sudah dimurnikan nilainya lebih tinggi. RUU Minerba mewajibkan pengolahan dilakukan di Indonesia.

M-3
Bacaan 2 Menit
Pengolahan Minerba Wajib Dilakukan di Indonesia
Hukumonline

Melihat kenaikan nilai yang begitu menggiurkan, hati menjadi miris mengetahui, Selama ini ANTAM menjual bijih bauksit ke Jepang dan Cina, ujar Prof Irwandy. Di sana, Jepang dan Cina yang mengubah biji bauksit Indonesia menjadi aluminium dan menjualnya dengan harga berlipat-lipat.

Selain itu, hasil dari smelter sampai sekarang yang dihitung hanya tembaga, emas dan perak. Sementara ore, bongkahan batu yang mengandung logam atau mineral, sebenarnya juga mengandung mineral atau logam ikutan seperti indium, paladium, dan cobalt yang sangat berharga, sama sekali tidak dihitung. Untuk catatan, paladium saja, satu onsnya dapat mencapai AS$348 tapi tidak dihitung.

Kita harus memperhatikan masalah regulasi untuk menghindari kutukan, jelas Ryad. Insinyur metalurgi yang banting setir jadi ahli hukum ini yakin kekayaan alam Indonesia akan menjadi kutukan jika tidak dikawal dengan regulasi yang baik.

Dalam pandangannya, RUU Minerba harus menyeimbangkan kepentingan pemerintah dan pengusaha. Pada dasarnya, investor hanya mau dua hal: Secured Investment dan Exit Strategy, jelasnya. Karenanya pemerintah harus memberikan kepastian hukum di bidang sistem perijinan dan perpajakan tapi dengan tetap melindungi perusahaan lokal.

Itulah bedanya Pertamina dan Petronas, tutur Ryad. Kalau diperhatikan, undang-undang pendirian Petronas amat mirip dengan UU No. 8 Tahun 1971 yang menjadi dasar pendirian Pertamina dengan hanya satu klausul yang berbeda. Pemerintah Malaysia menetapkan pihak mana pun yang bertentangan dengan Petronas adalah kriminal. Itu melindungi Petronas dari menjadi sapi perah, jelasnya.

Staf Ahli Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) R. Sukhyar mengatakan bahwa pengolahan hasil tambang Indonesia sebaiknya dilakukan di Indonesia. Rapat Panja RUU Minerba, kata Sukhyar, sudah sepakat untuk mengharuskan pengusaha melakukan pengolahan di dalam negeri. Semula, kata yang dipakai adalah dan/atau, kini sudah diubah menjadi harus.

Sukhyar menjelaskan hal tersebut ketika tampil sebagai pembicara dalam Seminar Pertambangan yang dilaksanakan Ikatan Mahasiwa Metalurgi dan Material Universitas Indonesia bekerja sama dengan PT Aneka Tambang Tbk (ANTAM) di Depok (04/3).

Prof Gumilar R. Sumantri, Dekan Fakultas Ilmu Sosial Politik, dan Ryad Chairul, Executive Director of The Centre for Indonesia Energy and Resources Law dihadirkan untuk memberikan sisi pandang bidang sosial dan hukum. Prof. Irwandy Arif, Guru Besar Teknik Pertambangan Institut Teknologi Bandung menjabarkan sisi tekniknya. Sementara R. Sukhyar, sebagai staff ahli Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral menerangkan perkembangan terbaru dalam penyusunan RUU Mineral dan Batu Bara (RUU Minerba).

Perubahan materi RUU Minerba yang disebut Sukhyar  langsung menimbulkan reaksi keras dari Prof Irwandy. Dosen yang juga menjabat sebagai Komisaris Independen ANTAM ini mengkhawatirkan perubahan terbaru itu. Industri pertambangan akan mati, cetusnya.

Kecemasan Prof Irwandy patut dicermati. Indonesia hanya memiliki satu smelter, infrakstruktur pabrik pengolahan bahan mineral, yaitu Copper Smelter Gresik. Smelter tersebut saja hanya memproduksi 270.000 ton tembaga per tahun. Biaya yang harus dikeluarkan sebuah perusahaan pertambangan untuk membangun smelternya sendiri agar dapat terus beroperasi di Indonesia sangat mahal.

Tapi tidak dapat dipungkiri keuntungan berlipat yang akan jatuh ke kas negara jika bahan baku tambang dijual dalam keadaan telah diolah dan dimurnikan. Sebagai gambaran pertambangan bauksit. Harga bauksit adalah AS$14 per ton. Setelah diolah menjadi alumina, harganya naik menjadi AS$500 per ton. Jika telah diolah lebih jauh lagi menjadi aluminium, harganya mencapai AS$2000 per ton.

Halaman Selanjutnya:
Tags: