Pengembangan Kewirausahaan dan Kekayaan Intelektual
Kolom

Pengembangan Kewirausahaan dan Kekayaan Intelektual

Pemerintah perlu menambahkan beberapa program strategis dalam Rencana Aksi Kewirausahaan Nasional.

Bacaan 4 Menit

Berdasarkan hasil survei yang dilakukan Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) dan Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2016, diketahui bahwa hanya 11,05% dari 8,2 juta unit usaha ekonomi kreatif yang telah memiliki kekayaan intelektual yang terdaftar. Menyikapi hal itu, Bekraf pernah melakukan berbagai program dalam rangka sosialisasi dan fasilitasi pendaftaran kekayaan intelektual kepada para pelaku ekonomi kreatif di berbagai daerah.

Setiap tahun, setidaknya 1000 pelaku ekonomi kreatif telah mendapat fasilitas pendaftaran kekayaan intelektual secara gratis dari Bekraf. Selain itu, dalam rangka diseminasi informasi kekayaan intelektual yang efektif, Bekraf juga mengembangkan aplikasi seluler Biima (Bekraf’s IPR Info in Mobile App) yang merupakan aplikasi seluler pertama di Indonesia berisi informasi ringkas dan mudah dipahami mengenai kekayaan intelektual.

Namun, dalam Rencana Aksi Pengembangan Kewirausahaan Nasional diketahui hanya ada program dari Kementerian Perindustrian yang memfasilitasi pendaftaran kekayaan intelektual dengan target sebanyak 400 unit usaha setiap tahun. Target yang sangat kecil jika dibandingkan dengan jumlah unit usaha di Indonesia yang seharusnya mendapatkan fasilitas.

Fasilitasi pendaftaran kekayaan intelektual yang diberikan dalam Rencana Aksi itu juga masih berfokus pada pelindungan kekayaan intelektual di dalam negeri, padahal banyak program pemerintah yang memfasilitasi wirausaha lokal untuk mempromosikan produknya dalam pameran-pameran dagang di luar negeri. Tanpa pelindungan kekayaan intelektual di negara yang bersangkutan, produk dari wirausaha lokal itu rentan dilanggar hak kekayaan intelektualnya. Hal itu karena prinsip pelindungan kekayaan intelektual bersifat teritorial, yakni kekayaan intelektual hanya dilindungi di negara tempat kekayaan intelektual itu didaftarkan.

Usulan Strategis

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, setidaknya pemerintah perlu menambahkan beberapa program strategis dalam Rencana Aksi Kewirausahaan Nasional, yaitu, pertama, program fasilitasi pendaftaran kekayaan intelektual bukan hanya ditugaskan kepada Kementerian Perindustrian, tapi juga ditugaskan kepada berbagai kementerian/lembaga yang relevan dan pemerintah daerah, agar lebih banyak lagi jumlah unit usaha yang dapat difasilitasi.

Kedua, dalam Rencana Aksi perlu ditambahkan juga program fasilitasi pendaftaran kekayaan intelektual di negara-negara tempat pameran dagang yang akan diikuti wirausaha lokal dengan fasilitas dan dukungan pemerintah. Saat ini, Indonesia telah menjadi anggota Patent Cooperation Treaty (PCT) dan Protokol Madrid, sehingga untuk mendaftarkan paten dan merek di negara-negara anggota PCT dan Protokol Madrid dapat dilakukan dengan prosedur yang lebih mudah melalui DJKI.

Ketiga, sesuai amanat UU No. 24 Tahun 2019 tentang Ekonomi Kreatif, dalam Rencana Aksi juga perlu ditambahkan program untuk memfasilitasi pengembangan sistem pemasaran berbasis kekayaan intelektual, seperti lisensi, waralaba, dan jenama bersama (co-branding). Hal ini bertujuan agar wirausaha tidak hanya fokus memasarkan produknya secara fisik, tapi juga mengoptimalkan komersialisasi kekayaan intelektualnya agar mendapatkan lebih banyak manfaat ekonomi.

Keempat, selain itu, dalam Rencana Aksi juga perlu ditambahkan program yang mendukung pelaksanaan skema pembiayaan berbasis kekayaan intelektual yang juga merupakan amanat UU No. 24 Tahun 2019 tentang Ekonomi Kreatif, yaitu antara lain bimbingan teknis komersialisasi kekayaan intelektual, mempersiapkan profesi penilai kekayaan intelektual, mempersiapkan pendanaan pemerintah untuk mendukung skema pembiayaan berbasis kekayaan intelektual mempersiapkan pasar kekayaan intelektual sebagai rujukan valuasi dan secondary market, serta mempersiapkan regulasi teknis di sektor perbankan. Program-program tersebut diperlukan agar wirausaha dapat dengan mudah menjadikan kekayaan intelektualnya sebagai obyek jaminan utang untuk mendapatkan modal usaha.

*)Ari Juliano Gema adalah seorang advokat dengan fokus praktiknya di bidang kekayaan intelektual dan entertainment. Sebelumnya, ia pernah menjabat sebagai Deputi Fasilitasi Hak Kekayaan Intelektual dan Regulasi di Badan Ekonomi Kreatif (2015-2019) dan Staf Ahli Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif bidang Reformasi Birokrasi dan Regulasi (2020-2022).

Artikel kolom ini adalah tulisan pribadi Penulis, isinya tidak mewakili pandangan Redaksi Hukumonline.

Tags:

Berita Terkait