Salah satu akibatnya adalah munculnya kantor konsultan PMA nonhukum yang sebenarnya memberikan jasa hukum. Para pegawai kantor konsultan itu berlatar belakang pendidikan hukum.
Kesalahan ini pada akhirnya juga mengurangi kemampuan Departemen Kehakiman dalam pengawasan kehadiran ahli hukum asing. Sampai saat ini, kantor konsultan PMA atau PT konsultan yang memberi jasa hukum ini masih bertebaran.
AKHI berdiri untuk lobi aturan lawyer asing
Ancaman hengkangnya para lawyer asing akibat SK tahun 1985 ini membuat beberapa konsultan hukum terkemuka berupaya melobi Ismail Saleh agar merevisi ketentuan tersebut. Namun, Ismail bersikeras bahwa ia hanya dapat bicara dengan asosiasi dan bukan dengan perorangan atau wakil kantor-kantor tertentu.
Akhirnya, banyak kantor konsultan hukum terkemuka pada saat itu bergabung dalam AKHI untuk melobi menteri agar mengganti peraturannya yang dinilai merugikannya.
Berkat lobi AKHI itu, Menkeh Ismail Saleh, menelurkan kebijakan baru berupa keputusan No. M. 01-HT.04.02 tahun 1991 tentang penggunaan ahli hukum warga negara asing oleh kantor konsultan hukum Indonesia. SK ini membuka kembali pintu masuk bagi advokat asing, karena secara bersamaan SK tersebut juga mencabut dua SK sebelumnya.
Namun, kisah pembentukan AKHI yang didasari kepentingan untuk mengubah SK itu dibantah oleh Ketua AKHI, Hoesein Wiriadinata. Menurutnya, keinginan perubahan SK menteri tersebut hanya merupakan salah satu alasan dibentuknya AKHI.
"Kalau itu satu-satunya alasan, nggak. AKHI dibentuk dari dulu karena ada keperluan. Dalam pelaksanaannya, AKHI tidak hanya mengurusi lawyer asing saja," ujar Hoesein kepada hukumonline.